
Pantau - Pemerintah Indonesia tengah mengembangkan teknologi kabel optik bawah laut sebagai upaya memperkuat sistem peringatan dini tsunami, khususnya untuk mendeteksi potensi tsunami akibat aktivitas seismik di zona megathrust.
Pengembangan teknologi ini merupakan hasil kolaborasi antara Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Telkom Indonesia, serta akan diintegrasikan ke dalam sistem peringatan dini milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebut langkah ini sebagai riset inovasi teknologi untuk memperkuat sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).
Deteksi Awal dari Kabel Optik dan Potensi Bahaya di Zona Megathrust
Kabel optik bawah laut tidak hanya berfungsi untuk komunikasi data, tetapi juga mampu mendeteksi perubahan tekanan dan gelombang bawah laut yang dapat menjadi indikator awal terjadinya tsunami.
Dengan jaringan kabel optik yang sudah tersebar luas di perairan Indonesia, distribusi sensor bisa dilakukan secara lebih merata, bahkan di wilayah laut yang sebelumnya belum memiliki sistem deteksi tsunami.
Namun, teknologi ini masih harus melalui tahapan uji kelayakan dan kesesuaian dengan standar nasional sebelum bisa diterapkan secara penuh dalam sistem InaTEWS.
Indonesia memiliki 13 zona megathrust menurut peta sumber bahaya gempa PuSGen 2017, di mana dua di antaranya—Selat Sunda dan Mentawai-Siberut—dianggap menyimpan potensi besar bencana karena belum mengalami gempa besar selama ratusan tahun.
Dwikorita menegaskan bahwa efektivitas sistem peringatan dini tidak hanya bergantung pada kecanggihan teknologi, tapi juga kecepatan respons dan ketepatan informasi demi menyelamatkan jutaan jiwa.
BMKG menyatakan siap mendukung proses validasi dan integrasi teknologi ini sebagai bentuk kolaborasi riset dan industri dalam perlindungan masyarakat dari risiko bencana.
- Penulis :
- Balian Godfrey