
Pantau - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menegaskan bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tidak akan menggantikan manusia selama pendidikan mampu menanamkan kemampuan berpikir reflektif, aktif, dan empati kepada peserta didik.
Stella menyampaikan hal tersebut dalam pernyataannya menyikapi perkembangan teknologi AI yang semakin luas digunakan oleh pelajar di Indonesia dan dunia.
Pendidikan Tidak Cukup Sekadar Ajarkan Teknologi
Menurut Stella, penguasaan teknologi semata tidak cukup untuk menjawab tantangan era digital.
Pendidikan harus menumbuhkan karakter, empati, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi—hal-hal yang tidak dapat direplikasi oleh mesin.
“Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah kita siap bersaing dengan AI, melainkan apa yang harus kita lakukan sebagai pendidik?” ungkapnya.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2024 mencatat bahwa 87 persen pelajar Indonesia telah menggunakan AI, sejalan dengan laporan Statista pada Juli 2024 yang menunjukkan 86 persen pelajar global juga memanfaatkannya.
Namun, Stella menegaskan bahwa tingginya penggunaan AI harus dibarengi dengan penguatan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pendidikan.
Tiga Kompetensi Utama Pendidikan di Era AI
Stella memaparkan bahwa pendidikan di era AI harus menjawab tiga tantangan utama:
Literasi AI: Peserta didik tidak hanya diajarkan untuk mengenal dan menggunakan AI, tetapi juga harus mampu memahami, menjelaskan secara sistematis, serta menilai peran AI dalam menyelesaikan masalah—dan kapan solusi tetap membutuhkan peran manusia.
Kapasitas pengambilan keputusan manusiawi: AI memang unggul dalam mengolah data, namun tidak dapat menggantikan intuisi, penilaian moral, dan kebijaksanaan kontekstual yang hanya dimiliki manusia.
Pemahaman atas pemikiran manusia lainnya: Penting bagi peserta didik untuk mampu berdialog, memahami sudut pandang orang lain, dan menyusun makna bersama dalam dunia yang kompleks dan saling terhubung.
“Jika pendidikan gagal menanamkan kemampuan ini, maka manusia akan kalah bukan karena AI lebih pintar, tetapi karena manusia menyerahkan seluruh proses berpikirnya kepada mesin,” ujar Stella.
Ia juga menegaskan bahwa AI dapat tumbuh dan berkembang secara cepat, tetapi hanya manusia yang mampu merasakan, memaknai, dan menyadari.
“Jika pendidikan terus menjaga akar kemanusiaannya, maka tidak ada alasan untuk takut kalah dari AI,” tutupnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf