
Pantau - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengirimkan tiga unit mobil pembuat air siap minum, Arsinum, ke sejumlah wilayah terdampak banjir di Sumatera sebagai respons cepat terhadap kebutuhan air bersih.
Mobil Arsinum memiliki kemampuan mengubah air berlumpur menjadi air layak konsumsi dengan kapasitas pengolahan hingga 10.000 liter per hari.
Kepala BRIN, Arif Satria, mengungkapkan langkah tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari Senin.
"Arsinum itu satu mobil, di mana mobil itu bisa mengubah air yang penuh lumpur menjadi air langsung siap minum," ungkapnya.
Sebanyak tiga unit telah diluncurkan hari ini dan siap diberangkatkan ke lokasi terdampak bencana.
Arsinum Diusulkan Jadi Fasilitas Tetap di Tiap Wilayah
Arif menyampaikan harapannya agar setiap daerah di Indonesia memiliki minimal satu unit mobil Arsinum sebagai bentuk kesiapsiagaan terhadap bencana.
"Kami juga ingin meminta banyak lembaga-lembaga untuk memiliki Arsinum di setiap wilayah. Jadi kalau setiap provinsi memiliki Arsinum sekian banyak, kemudian kabupaten punya Arsinum sekian banyak, saya kira akan sangat membantu untuk mempercepat proses pemulihan, khususnya berkaitan dengan persediaan air minum," ia menjelaskan.
Selain itu, BRIN juga telah mengerahkan pesawat tanpa awak (drone) di beberapa titik banjir di Sumatera.
Drone ini dilengkapi sistem sensor khusus yang mampu mendeteksi hingga kedalaman 100 meter.
Dengan teknologi tersebut, drone dapat digunakan untuk menemukan korban yang tertimbun serta memetakan potensi sumber air bersih.
"Nah, begitu pula kalau drone ini bisa setiap provinsi juga punya. Memang drone kan butuh pilot sendiri yang harus punya sertifikasi, sehingga paling tidak kalau barang ini sudah tersedia di banyak tempat akan sangat membantu," ujarnya.
BRIN Lakukan Kajian Epidemiologi Pascabencana
Di samping bantuan teknologi, BRIN juga tengah melakukan kajian epidemiologi terkait kemungkinan munculnya penyakit pascabanjir di Sumatera.
"(BRIN) menganalisis soal perspektif penyakitnya, kemudian kajian mitigasi bencana-pascabencana banjir ini. Tentu kajian ini berkaitan dengan policy-policy apa yang harus dilakukan oleh kementerian lain. Sehingga nanti setelah kajian ini selesai, akan kami sampaikan ke kementerian teknis apa-apa yang harus dilakukan terkait dengan bagaimana memitigasi bencana, supaya tidak terulang lagi di kemudian hari," ungkap Arif Satria.
Kajian ini diharapkan bisa menjadi rujukan kebijakan mitigasi dan respons bencana yang lebih efektif di masa mendatang.
- Penulis :
- Leon Weldrick







