
Pantau - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melaporkan 212 produsen beras ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung atas pelanggaran mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) dalam distribusi beras nasional.
Mayoritas Beras Premium Tidak Sesuai Mutu
Investigasi yang dilakukan Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, dan Badan Pangan Nasional terhadap 268 merek beras menunjukkan bahwa 212 di antaranya melanggar ketentuan pemerintah.
"Dari hasil laboratorium di 13 lokasi di 10 provinsi ditemukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen memiliki berat tidak sesuai," ungkap Amran.
Ia menambahkan, “Ini sangat merugikan masyarakat.”
Produksi Tinggi, Harga Tetap Naik, Diduga Ada Penyimpangan
Amran menilai bahwa tingginya harga beras saat ini tidak wajar, mengingat produksi nasional sedang meningkat.
"Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan," tegasnya.
Data FAO mencatat bahwa produksi beras nasional mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026.
Potensi Kerugian Capai Rp99 Triliun, Pemerintah Beri Tenggat Dua Pekan
Menurut Amran, praktik curang tersebut berpotensi menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99 triliun.
Ia juga menyebut adanya penyimpangan pada beras SPHP yang dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium.
"Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Kami sudah serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan," tegasnya.
Pemerintah memberi waktu dua minggu hingga 10 Juli 2025 bagi pelaku usaha untuk memperbaiki pelanggaran.
"Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum," tambahnya.
Kejaksaan dan Polri Siap Tindak Tegas
Sesjam Pidana Khusus Kejaksaan Agung Andi Herman menyatakan temuan tersebut melanggar sejumlah regulasi tentang mutu dan harga pangan.
"Dari sisi hukum, ini merupakan praktik markup dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf menyebut pelabelan dan pengemasan ulang yang menyesatkan merupakan pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen.
"Jika dalam dua minggu sejak hari ini, hingga 10 Juli 2025, masih ditemukan pelanggaran, kami akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar," tegasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan