Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kaleidoskop Politik 2018: Jokowi Diberi Kartu Kuning, 2030 Indonesia Bubar

Oleh Adryan N
SHARE   :

Kaleidoskop Politik 2018: Jokowi Diberi Kartu Kuning, 2030 Indonesia Bubar

Pantau.com - Tahun 2018 akan segera berakhir dalam hitungan jam dan semuanya akan terangkum di kaleidoskop politik 2018. Di tahun ini, berbagai isu cukup memanaskan dunia politik di Indonesia. Dua poros yang sejak 2014 lalu bersaing masih menjadi perhatian publik, siapa lagi kalau bukan kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Dua nama yang kerap menjadi buah bibir di panggung politik dalam lima tahun terakhir. 

Setahun jelang pemilihan presiden 2019, drama-drama politik tersaji antara lain pemilihan cawapres di masing-masing pihak, dan beberapa celotehan Jokowi dan Prabowo yang memancing kontroversi. 

Baca juga: Protes Terhadap Polisi, #INAelectionObserverSOS Trending Topic Dunia

Apa Saja Rentetan Seru di Kaleidoskop Politik 2018?

Berikut kami sajikan kaleidoskop politik 2018:

1. Jokowi Diganjar Kartu Kuning oleh Mahasiswa UI

Presiden Joko Widodo mendapat kartu kuning saat mengahdiri Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia, di Depok, jawa Barat, Jumat, 2 Desember 2018.  Kala itu Jokowi dan Rektor UI sedang meresmikan forum kebangsaan UI.

Namun tiba-tiba saat momen foto bersama, seorang mahasiswa berkemeja batik berdiri sambil mengacungkan map berwarna kuning. Belakangan diketahui mahasiswa itu bernama Zaadit Taqwa yang tak lain adalah Ketua BEM UI.

Sontak aksi Zaadit langsung membuat anggota Paspampres yang ada di lokasi sigap menggiringnya ke pintu keluar. 


Tidak ada perlawanan dari Zaadit yang digiring keluar. Tak ada perlakuan kasar dari Paspampres. 

Belakangan, aksi itu dilakukan Zaadit untuk mengkritik berbagai kebijakan Jokowi. Antara lain soal gizi buruk di Asmat, Papua; Penolakan terhadap pengangkatan penjabat gubernur dari kalangan perwira Polri aktif; dan Menolak draf Permendikti tentang Organisasi Mahasiswa yang dianggap sangat membatasi pergerakan mahasiswa.

2. Indonesia Bubar Tahun 2030

Pada Maret 2018, beredar video politik Prabowo Subianto dalam sebuah forum yang diunggah akun facebook resmi Partai Gerindra. Pidato itu dalam acara temu kader Gerindra di Sentul, Bogor. Dalam pidato itu, Prabowo menyebut Indonesia akan bubar pada tahun 2030.

"Saudara-saudara. Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini, tetapi di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030," kata Prabowo 

"Bung, mereka ramalkan kita ini bubar, elite kita ini merasa bahwa 80 persen tanah seluruh negara," katanya.

Ucapan itu pun membuat heboh publik. 

Pihak Istana angkat bicara terkait pidato politik itu. Juru Bicara Kepresidenan kala itu, Johan Budi Sapto mempertanyakan isi pidato politik Prabowo tersebut. Johan mengatakan, setiap prediksi yang disampaikan sebaiknya harus disertai kajian ilmiah. 

"Itu perlu ditanya juga kan harus ada kajian ilmiah, analisis. Anda kan sering baca juga analisis Indonesia oleh orang luar kan optimisme dibangun orang-orang luar atas perkembangan di Indonesia, oleh pakar-pakar ekonomi tingkat dunia loh ya," ujar Johan Budi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu, 21 Maret 2018.

Menurutnya, saat ini pemerintah tengah gencar mendorong Indonesia menuju tahun emas 2045. Selain itu, Johan juga mengklaim pemerintahan Joko Widodo juga sudah bisa mengubah peringkat kemudahan investasi dari sebelumnya berada pada angka 91 menjadi 72. 

"Ini kan parameter menuju negara lebih baik kan, bukan sebaliknya. Bahwa ada kemudian yang punya pendapat silakan ditanya ke yang berpendapat 2030 itu negara bubar," kata Johan.

Belakangan, Prabowo mengakui rujukan pidatonya itu adalah novel berjudul Ghost Fleet: Novel of the Next World War.

"Jadi itu ada tulisan dari luar negeri. Banyak pembicaraan seperti itu di luar negeri," katanya, di Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018.

Meski berbentuk Novel, Prabowo mengatakan bahwa buku tersebut disusun dari kajian ilmiah yang ditulis oleh ahli intelijen dan strategi P. W. Singer dan August Cole.

"Jadi di luar negeri itu ada skenario writing, memang bentuknya mungkin novel, tapi yang nulis itu ahli ahli intelijen strategis. Dibaca dong," ujarnya.

3. Kontroversi Puisi Sukmawati

Penggalan puisi Sukmawati Soekarnoputri yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 menuai polemik. Puisi berjudul 'Ibu Indonesia' karyanya sendiri itu dinilai menyinggung syariat Islam serta memuat unsur SARA. Dalam puisinya, Sukmawati menyinggung mengenai azan dan cadar.


Berikut isi lengkap puisi Sukmawati tersebut:

Ibu Indonesia

Aku tak tahu Syariat Islam

Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah

Lebih cantik dari cadar dirimu

Gerai tekukan rambutnya suci

Sesuci kain pembungkus ujudmu

Rasa ciptanya sangatlah beraneka

Menyatu dengan kodrat alam sekitar

Jari jemarinya berbau getah hutan

Peluh tersentuh angin laut


Lihatlah ibu Indonesia

Saat penglihatanmu semakin asing

Supaya kau dapat mengingat 

Kecantikan asli dari bangsamu

Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif

Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia


Aku tak tahu syariat Islam

Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok

Lebih merdu dari alunan azan mu

Gemulai gerak tarinya adalah ibadah

Semurni irama puja kepada Illahi

Nafas doanya berpadu cipta

Helai demi helai benang tertenun

Lelehan demi lelehan damar mengalun

Canting menggores ayat ayat alam surgawi


Pandanglah Ibu Indonesia

Saat pandanganmu semakin pudar

Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu

Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya

Setelah jadi perbincangan publik dan dilaporkan berbagai pihak, akhirnya Sukmawati Soekarnoputri menyampaikan permintaan maaf secara resmi pada 4 April 2018.

"Dengan ini, dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf lahir dan batin kepada umat Islam Indonesia, khususnya bagi mereka yang merasa tersinggung dan berkeberatan dengan puisi "Ibu Indonesia"," kata Sukmawati di Warung Daun Cikini, Jakarta.

Anak mantan Presiden Soekarno itu mengaku tak pernah ingin menyinggung hati umat Islam karena hal itu lebih menunjukkan hasil karya seni.

"Saya mewakili pribadi, tidak ada niatan untuk menghina umat Islam Indonesia dengan Puisi Ibu Indonesia," imbuhnya.


Di akhir pernyataan maafnya, Sukmawati berharap agar seluruh masyarakat dapat bersikap bijaksana dalam menentukan sikap atas pembacaan puisi yang dia sampaikan tersebut.

"Semoga saudara sebangsa dapat menyikapi permasalahan ini dengan bijaksana," tutup adik Megawati Soekarnoputri itu.

Namun permintaan maaf itu tak serta merta meredam reaksi publik. Jumat, 6 April 2018, ribuan massa yang menamakan dirinya Aksi Bela Islam memadati depan kantor Bareskrim Polri di Jalan Merdeka Timur, Jakarta. Massa menuntut Bareskrim untuk menangkap Sukmawati Soekarnoputri karena kasus puisi kontroversialnya nyang dianggap melecehkan agama Islam. 


Massa mulai bergerak ke kantor Bareskrim selepas melaksanakan salat Jumat di Masjid Istiqlal dengan melantunkan selawat nabi. Dengan berjalan kaki, massa bergerak diiringi sebuah mobil komando yang berorasi.

Sesampainya di depan kantor Bareskrim, massa mengibarkan berbagai atribut bendera, seperti bendera Indonesia, Palestina, bahkan Arab Saudi. Lantunan azan dan ayat suci Al-quran juga terdengar dari atas mobil komando. 

"Alquran pedoman kami...Aksi Bela Islam, aksi bela Islam, aksi Bela Islam. Allahu Akbar," ucap sang orator dari atas mobil orasi.

Baca juga: Kubu Prabowo-Sandi Nilai Tak Perlu Ada Tes Baca Alquran untuk Capres Cawapres, Kenapa?

4. Pilkada Serentak 2018

Sebanyak 17 provinsi dan 146 kabupaten/kota penyelenggara menyelenggarakan Pilkada Serentak pada tahun ini, tepatnya 27 Juni 2018. Daerah yang cukup menyita perhatian adalah pemilihan gubernur di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. 

Masih membekas di ingatan saat Ahmad Syaikhu membentangkan kaos bertuliskan #2019GantiPresiden pada salah satu acara debat Pilgub Jabar di Depok. Hal itu pun sontak menjadi kontroversi.

Meski diwarnai berbagai drama, pasangan Asyik yakni Sudrajat-Ahmad Syaikhu mampu mengejutkan di perolehan suara akhir dengan menempati urutan kedua di bawah pemenang paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum. Perolehan suara Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi yang digadang-gadang calon kuat pemenang justru anjlok ke urutan ketiga.

Sementara TB Hasanudin-Anton Charliyan menempati urutan terakhir.

Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Jabar, pasangan nomor urut satu Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum unggul dengan memperoleh 7.226.254 suara (32,88 persen). Pasangan nomor urut dua Tb Hasanuddin-Anton Charliyan mengantongi 2.773.078 suara (12,62 persen).

Sementara pasangan nomor urut tiga Sudrajat-Ahmad Syaikhu 6.317.465 suara (28,74 persen). Kemudian pasangan nomor urut empat Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi 5.663.198 suara (25,77 persen).

Dalam rekapitulasi ini menunjukkan suara sah 21.979.995 pemilih dan tidak sah mencapai 744.338 pemilih. Total keseluruhan suara sah dan tidak sah mencapai 22.724.333 pemilih.


Sementara di Pilkada Jawa Tengah, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Ganjar Pranowo dan Taj Yasin, keluar sebagai pemenang. Berdasarkan laporan hasil rekapitulasi suara dan penetapan hasil penghitungan suara, Ganjar-Yasin memperoleh persentase 58,78 persen dengan perolehan 10.362.694 suara. Sementara itu, pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah memperoleh persentase 41,22 persen dengan perolehan 7.267.993 suara.

Di Jawa Timur, pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak berhasil mengungguli Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno. Khofifah-Emil meraih 53,55 persen dengan 10.465.218 suara.

Sedangkan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno memperoleh persentase sebesar 46,45 persen dengan 9.076.014 suara.

Pertarungan tak kalah sengit terjadi di Sumatera Utara. Pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dinyatakan sebagai pemenang pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara tahun 2018 berdasarkan rekapitulasi penghitungan suara yang digelar Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumut.

Pada rapat pleno KPU Sumut di Medan, Minggu malam, 8 Juli 2018, mengumumkan pasangan Edy Rahmayadi-Musa meraih 3.291.137 suara 57,57 persen. Sedangkan pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) meraih 2.424.960 suara atau 42,43 persen.

Pengumuman hasil penghitungan suara dihadiri komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari 33 kabupaten/kota di Sumut. Total suara tidak sah mencapai 90.770 suara.

5. Drama Pemilihan Cawapres

Joko Widodo dan Prabowo Subianto telah dipastikan maju kembali di Pemilihan Presiden 2019. Kala itu, yang jadi pertanyaan adalah siapa yang akan mendampingi keduanya di ajang pesta demokrasi lima tahunan itu?

Berbagai nama pun menyeruak ke permukaan, sebut saja Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gatot Nurmantyo, Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Mahfud MD, Ma'ruf Amin, serta masih banyak lagi. 

Namun drama sesungguhnya justru terjadi di detik-detik pengumuman cawapres kedua kubu. Di kubu Joko Widodo, kejutan muncul saat mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengumumkan calon wakil presidennya, yakni Rais 'Aam PBNU KH Ma'ruf Amin.

"Saya memutuskan kembali mencalonkan diri sebagai calon Presiden RI periode 2019-2024. Keputusan ini adalah tanggung jawab besar, erat kaitannya dengan cita-cita untuk meneruskan mimpi besar Indonesia maju dalam melanjutkan pembangunan dan berkeadilan di seluruh pelosok," ujar Jokowi di Restoran Plataran, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis petang, 9 Agustus 2018.

"Dengan mempertimbangkan masukan-masukan dan saran dari berbagai elemen masyarakat... maka saya memutuskan dan telah mendapatkan persetujuan dari partai-partai koalisi yaitu Koalisi Indonesia Kerja bahwa yang akan mendampingi saya sebagai calon wakil presiden periode 2019-2024 adalah Profesor Doktor KH Ma'ruf Amin," lanjutnya.


Hal itu pun menuai polemik. Pasalnya, beberapa jam sebelum pengumuman santer diberitakan Mahfud MD yang akan menjadi penamping Jokowi. Bahkan Mahfud MD telah bersiap dengan bersiaga di dekat tempat pengumuman. Namun rencana itu buyar di detik akhir.

Di kubu Prabowo Subianto tak kalah heboh. Nama Wagub DKI kala itu, Sandiaga Salahuddin Uno mendadak terpilih menjadi pendamping Prabowo. 

"Gerindra, PKS, dan PAN telah memberi kepercayaan kepada saya dan Saudara Sandiaga Uno untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia," ucap Prabowo di depan kediamannya, Jalan Kartanegara 4, Jakarta Selatan, Kamis malam, 9 Agustus 2018. 

Prabowo menuturkan, bahwa Sandiaga merupakan pilihan terbaik dari pada kandidat cawapres yang ada. Menurutnya, Sandi rela berkorban meninggalkan posisi jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta demi mengabdi kepada bangsa.


Proses penjajakan koalisi pun dinilai Prabowo tidak mudah karena berbagai hal. Ia sempat bertemu beberapa tokoh hanya untuk menjajakan koalisi dan akhirnya memilih berkoalisi dengan PAN dan PKS.

"Saudara Sandiaga Uno merupakan pilihan yang terbaik dari yang ada. Beliau juga berkorban beliau bersedia dari jabatan sebagai wagub yang telah bersusah payah kampanye beliau bertahun-tahun," tuturnya.

Keputusan itu pun menuai polemik dari Partai Demokrat, yang kecele setelah sang putra mahkota, Agus Harimurti Yudhoyono gagal maju jadi cawapres. 

Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief menuding Sandi menyetor sejumlah uang untuk maju jadi cawapres. Bahkan ia sampai mengatakan Prabowo sebagai 'Jenderal Kardus'.

Prabowo dicibir karena diduga tergiur dengan sejumlah uang yang disodorkan oleh Sandi. Wakil Gubernur DKI Jakarta ini diisukan telah menyetor Rp500 miliar ke PAN dan PKS untuk menjadi calon wakil presiden Prabowo.

"Sandi Uno yang sanggup membayar PAN dan PKS masing-masing Rp500 M menjadi pilihannya untuk cawapres," ujar Andi.

"Di luar dugaan kami, ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar," kata Andi.

Dalam akun Twitternya, Andi juga menuding kegagalan koalisi Partai Demokrat dan Partai Gerindra akibat ulah mental Ketua Umum Gerindra yang berkualitas buruk.

"Jenderal Kardus punya kualitas buruk, kemarin sore bertemu ketum Partai Demokrat dengan janji manis perjuangan. Belum dua puluh empat jam mentalnya jatuh ditubruk uang Sandi Uno untuk mengentertain PAN dan PKS," kata Andi lewat akun @AndiArief_.

Baca juga: Pengamat: Jadi Panelis Debat Pertama Capres-Cawapres, Bambang Widjoyanto Dinilai Tidak Netral

6. Perang Diksi Antar Capres

"Hati-hati, banyak politikus yang baik-baik, tapi juga banyak politikus yang sontoloyo!" kata Jokowi saat menghadiri pembagian 5000 sertifikat tanah di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa, 22 Oktober 2018.

Kata sontoloyo yang diucapkan Joko Widodo membuat heboh. Banyak pihak yang menilai ucapan itu tidak pantas dikeluarkan oleh seorang presiden, namun ada pula yang mendukung.

Kata Sontoloyo bukan yang terakhir yang diucapkan Jokowi. Pada November 2018, ia kembali membuat pernyataan yang menggelitik masyarakat saat membagikan sertifikat tanah untuk warga di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.


Dalam kesempatan tersebut Jokowi mengingatkan banyak politikus yang pandai mempengaruhi dan tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik.

"Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya?" katanya.

Politikus seperti itu, lanjut Jokowi, disebut sebagai 'politikus genderuwo'.

"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya 'politik genderuwo', nakut-nakuti," tegasnya.

"Jangan sampai seperti itu. Masyarakat ini senang-senang saja kok ditakut-takuti. Iya tidak? Masyarakat senang-senang kok diberi propaganda ketakutan. Berbahaya sekali. Jangan sampai propaganda ketakutan menciptakan suasana ketidakpastian, menciptakan munculnya keragu-raguan," sambungnya.

Kedua ungkapan itu seakan melengkapi kontroversi penyataan Jokowi menghadapi isu politik di Indonesia pada tahun ini. Setelah sebulan sebelumnya ia mengatakan bahwa kondisi ekonomi negara maju saat ini semakin mirip dengan serial Game of Thrones, Di mana ada kedua kubu yang saling berperang merebut kekuasaan. Padahal kemajuan ekonomi dunia juga tidak lepas dari peran negara-negara maju. 

"Namun akhir-akhir ini hubungan antara negara ekonomi maju semakin lama semakin terlihat seperti Game of Thrones," ujar Jokowi dalam pidato sambutanya di IMF-WB 2018 di Bali, Kamis, 12 Oktober 2018.


Dari kubu seberang, Prabowo Subianto juga tak kalah pernah mengucapkan kata yang menyita perhatian. Polemik 'tampang Boyolali' yang diucapkan capres Prabowo yang beredar pada November 2018, berbuntut panjang. Tim Prabowo dilaporkan ke Bawaslu, Bupati Boyolali Seno Samodro pun dipolisikan karena ucapannya saat demo 'membela tampang Boyolali'.

Kala itu, Prabowo mengatakan orang Boyolali sulit masuk hotel karena tampangnya, 

"Saya yakin kalian tidak pernah masuk hotel-hotel tersebut. Betul?" kata Prabowo dalam video tersebut dan disambut jawaban "betul" dari hadirin acara.

"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Kalian... tampang kalian tidak tampang orang kaya. Tampang-tampang kalian ya tampang Boyolali ini," sambung Prabowo.


Kata 'Make Indonesia Great Again' yang pernah diucapkan Prabowo juga menjadi perhatian publik, lantaran dianggap meniru ucapan Presiden Donald Trump. Mantan Danjen Kopassus itu mengatakan saat ini belum ada pemimpin Indonesia yang berani melawan intervensi ekonomi yang berasal dari negara asing. Padahal menurutnya, negara-negara lainnya bahkan sekelas Amerika Serikat melakukan perlawanan terhadap intervensi ekonomi. 

Prabowo mengatakan, pemimpin Amerika Serikat Donald Trump telah mengambil sikap yang berani menyatakan perang dagang melawan China yang mulai mengintervensi perdagangan dunia. Menurutnya, AS telah berani mengeluarkan seruan untuk melawan China.

Lantas Prabowo juga merasa heran mengapa pemimpin di Indonesia tak meniru AS. Menurutnya, Indonesia bisa mengatakan 'Make Indonesia Great Again'.

"Kenapa kok (pemimpin) bangsa Indonesia tidak berani mengatakan, 'Make Indonesia Great Again', kenapa tidak ada pemimpin Indonesia yang berani mengatakan yang penting pekerjaan bagi rakyat Indonesia?," ungkapnya. Itulah beberapa rentetan kejadian dalam kaleidoskop politik 2018.

Penulis :
Adryan N