billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Komnas Perempuan Kecam Intoleransi Berulang, Delapan Kasus Tercatat Sepanjang 2025

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Komnas Perempuan Kecam Intoleransi Berulang, Delapan Kasus Tercatat Sepanjang 2025
Foto: (Sumber: Anggota Komnas Perempuan Daden Sukendar. ANTARA/Anita Permata Dewi)

Pantau - Komnas Perempuan mencatat delapan kasus intoleransi terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2025, termasuk persekusi terhadap jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang pada 27 Juli lalu.

Jemaat Dibubarkan Paksa, Dua Anak Terluka

Peristiwa intoleransi terbaru terjadi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, saat sekelompok massa mendatangi rumah doa GKSI dan membubarkan ibadah jemaat.

Dalam video yang viral di media sosial, terlihat sekelompok laki-laki, sebagian membawa kayu, memaksa jemaat keluar dari rumah doa.

Massa memecahkan kaca jendela, membongkar pagar, menghancurkan kursi plastik, serta merusak fasilitas lain di lokasi.

Jemaat panik dan berhamburan keluar dari rumah doa, termasuk anak-anak yang menangis ketakutan.

Setelah lokasi kosong, massa tetap melanjutkan tindakan perusakan.

Akibat kejadian tersebut, dua anak dilaporkan mengalami luka.

Pihak kepolisian mengamankan sembilan orang yang diduga sebagai pelaku dan menahan mereka di Mapolresta Padang.

Komnas Perempuan Serukan Tindakan Tegas dan Pencegahan

Anggota Komnas Perempuan, Daden Sukendar, menyampaikan bahwa kasus di Padang menambah daftar panjang intoleransi sepanjang 2025.

"Sepanjang tahun 2025, Komnas Perempuan telah mendokumentasikan delapan kasus intoleransi. Setelah sebelumnya terjadi di Sukabumi dan Depok, peristiwa serupa kembali terjadi di Padang pada 27 Juli 2025", ungkapnya.

Komnas Perempuan mengecam keras kejadian tersebut.

"Komnas Perempuan mengecam terulangnya peristiwa intoleransi", ujarnya.

Komnas Perempuan juga mengingatkan pemerintah pusat dan daerah untuk aktif melakukan pembinaan masyarakat demi menjaga kerukunan umat beragama.

Langkah tersebut sejalan dengan amanat Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Tujuannya agar tindakan preventif dapat dilakukan untuk mencegah main hakim sendiri yang merugikan kelompok tertentu.

Penulis :
Ahmad Yusuf