
Pantau.com Dalam sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP terdakwa Setya Novanto, menyebutkan nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima aliran dana dari kasus proyek yang dimulai pada tahun 2010 tersebut.Menanggapi hal tersebut, dalam diskusi bertajuk 'Nyanyi Ngeri Setnov' peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho angkat bicara soal kasus korupsi yang menyeret nama Setnov itu. Dia menyatakan, agar pihak penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu melakukan kajian lebih lanjut atas disebutnya dua nama petinggi PDIP itu dalam persidangan.
Baca Juga: Setya Novanto Sebut Puan Maharani dan Pramono Anung Terima USD500 Ribu
"Perlu ditelusuri KPK, nama baru harus diproses. Bisa investigasi atau penyelidikan. Info apapun wajib ditelusuri apakah benar atau tidak. Benarkah Puan dan Pramono menerima," ujar Emerson di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).Emerson melanjutkan, tidak menutup kemungkinan sosok mantan Ketum Golkar itu juga melibatkan pihak lain terkait tindak pidana korupsi. "Pembacaan kita dalam konteks korupsi tak pernah kenal oposisi atau pendukung (pemerintah), kalau korupsi dapat rata. Kalau tak rata pasti ramai. Makanya distribusi mereka coba membuat semua pihak kecipratan," ujarnya.Seperti diketahui, sebelumnya terdakwa kasus mega korupsi e-KTP Setya Novanto mengatakan ada aliran dana korupsi kepada Puan Maharani dan Pramono Anung. Mantan Ketua DPR RI itu menyebut Puan dan Pramono masing-masing menerima USD500 ribu.Setnov mengatakan, hal itu diketahuinya saat melakukan pertemuan di kediamannya yang dihadiri oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung."Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri oleh Oka dan Irvanto, disana mereka bilang berikan ke Puan Maharani USD500 ribu dan Pramono Anung Rp500 ribu," ucap Novanto dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 22 Maret 2018.
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta