billboard mobile
HOME  ⁄  Nasional

Menparekraf Soroti Penurunan Okupansi Hotel, Akomodasi Alternatif Jadi Tantangan Baru Pariwisata

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Menparekraf Soroti Penurunan Okupansi Hotel, Akomodasi Alternatif Jadi Tantangan Baru Pariwisata
Foto: (Sumber: Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardana menyampaikan kinerja sektor usaha pariwisata pada semester I tahun 2025 di Kantor Kementerian Pariwisata, Jakarta, Sabtu (16/8/2025). (ANTARA/HO-Kementerian Pariwisata))

Pantau - Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyoroti penurunan okupansi hotel berbintang pada paruh pertama tahun 2025 meski jumlah kamar hotel yang disewa justru meningkat.

Saat memaparkan kinerja sektor pariwisata semester I tahun 2025 pada Sabtu (16/8), Widiyanti menyampaikan bahwa tingkat hunian hotel selama Januari–Juni 2025 menurun 3,54 poin persentase dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Ini masih kita soroti terus, karena terdapat beberapa kemungkinan, mulai dari kemungkinan wisatawan menginap di akomodasi alternatif," kata Widiyanti.

Pertumbuhan Akomodasi Alternatif

Meskipun okupansi menurun, jumlah kamar hotel yang disewa meningkat 11,53 persen dibanding semester pertama 2024.

Data ini menunjukkan permintaan layanan akomodasi masih kuat, tetapi persediaan kamar tumbuh cepat.

"Kami sebetulnya menghargai pertumbuhan usaha pariwisata lewat akomodasi alternatif, seperti vila. Hal ini membantu ketersediaan fasilitas akomodasi untuk wisatawan, bahkan menawarkan pengalaman menginap yang unik di destinasi," ujarnya.

Namun, Widiyanti menegaskan bahwa kehadiran akomodasi alternatif yang tidak terdata dan tidak memiliki izin usaha pariwisata dapat menimbulkan persaingan tidak sehat.

"Di sisi konsumen, akomodasi alternatif yang tidak terdaftar juga tidak memberikan perlindungan," tegasnya.

Ancaman bagi Industri Perhotelan

Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa menambahkan bahwa sarana akomodasi ilegal yang dipasarkan melalui platform daring berpotensi mengancam kelangsungan industri perhotelan di Indonesia.

Penawaran vila maupun hunian pribadi yang tidak resmi, khususnya di Bali dan kota besar lainnya, melalui online travel agent (OTA) asing, dinilai merugikan pelaku pariwisata yang sudah taat aturan.

"Keberadaan mereka bukan hanya membuat persaingan tidak sehat, tapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem pariwisata lokal yang telah taat regulasi," kata Rizki.

Langkah Pemerintah

Kementerian Pariwisata berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mengatasi masalah ini.

Kemenpar bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk memblokir akses ke platform digital yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

Selain itu, kedua kementerian juga membuka dialog dengan penyedia platform digital asing untuk menghadirkan solusi bagi pelaku usaha pariwisata di Indonesia.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Ahmad Yusuf