
Pantau - Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia pada Agustus 2025, pemerintah mencatat capaian signifikan dalam penurunan angka kemiskinan nasional meskipun dihadapkan pada tantangan global yang kompleks.
Delapan dekade kemerdekaan menjadi momen penting untuk merefleksikan apakah janji dalam Pembukaan UUD 1945 — melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum — telah benar-benar terwujud dalam kehidupan setiap warga.
Penurunan Kemiskinan dan Ketahanan Ekonomi
Pada 25 Juli 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru yang menunjukkan tingkat kemiskinan nasional pada Maret 2025 sebesar 8,47 persen atau sekitar 23,85 juta orang.
Angka tersebut turun dari 9,03 persen pada Maret 2024, yang menunjukkan perbaikan signifikan di tengah ketidakpastian ekonomi global, gejolak harga pangan, risiko resesi di negara maju, dan dampak perubahan iklim yang semakin terasa.
Penurunan ini menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki ketahanan ekonomi yang kuat serta kapasitas untuk melindungi kelompok rentan dalam masyarakat.
Untuk pertama kalinya, BPS juga merilis data kemiskinan ekstrem nasional dengan metode spatial deflator yang mengoreksi perbedaan harga antarwilayah agar hasilnya lebih akurat dan sejalan dengan standar internasional, termasuk dari Bank Dunia.
Hasilnya, jumlah penduduk miskin ekstrem pada Maret 2025 turun menjadi 0,85 persen atau 2,38 juta orang, dibandingkan 0,99 persen atau 2,78 juta orang pada September 2024.
Capaian ini mengindikasikan bahwa reformasi sosial yang dilakukan tidak sekadar menjadi wacana, tetapi telah menunjukkan dampak konkret.
Refleksi 80 Tahun dan Tanggung Jawab Kolektif
Meski angka kemiskinan terus menurun, penting untuk diingat bahwa statistik bukan sekadar angka.
Setiap persen yang berkurang mewakili ratusan ribu keluarga yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan.
Namun, angka tersebut juga menjadi pengingat bahwa masih ada puluhan juta warga Indonesia yang hidup dalam keterbatasan.
Oleh karena itu, peringatan 80 tahun kemerdekaan harus dimaknai bukan hanya sebagai perayaan, tetapi juga sebagai pengingat akan tanggung jawab besar yang masih harus diemban bersama.
"Statistik kemiskinan bukan hanya penanda progres, melainkan juga kompas moral yang mengingatkan kita. Merdeka bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari kemiskinan dan ketertinggalan", ungkap salah satu pernyataan reflektif dalam momentum ini.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti








