
Pantau - DPR RI menegaskan bahwa ketentuan mengenai obstruction of justice atau perbuatan menghalangi proses hukum merupakan bagian penting yang harus tetap dipertahankan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
DPR Pertahankan Norma Obstruction of Justice
Pernyataan ini disampaikan dalam sidang uji materiil Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK serta Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor di Mahkamah Konstitusi.
Tim Kuasa DPR yang diwakili oleh Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menyatakan bahwa pasal-pasal yang dipersoalkan sudah memiliki landasan hukum yang jelas dan kuat.
"Norma-norma ini justru hadir untuk memperkuat kelembagaan KPK dalam memberantas korupsi, yang kita tahu bersama adalah extraordinary crime, musuh negara sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo," ungkap Lallo.
Lallo menambahkan bahwa obstruction of justice tidak hanya berlaku pada perbuatan langsung seperti upaya fisik menghalangi penyidikan, tetapi juga mencakup tindakan tidak langsung yang bisa melemahkan proses penegakan hukum.
"Supaya tidak ada orang yang bisa mengintervensi proses penyidikan, penuntutan, maupun persidangan. Jadi bukan hanya perintangan fisik, tapi juga segala bentuk upaya menghalang-halangi," ujarnya.
Konsistensi Politik Hukum Indonesia
Lallo menjelaskan bahwa ketentuan ini sejalan dengan KUHP baru yang akan berlaku pada 2026, khususnya Pasal 281 KUHP yang mengatur ancaman pidana hingga tujuh tahun enam bulan bagi pihak yang menghalangi proses peradilan.
"Ini menunjukkan politik hukum kita konsisten. Negara serius memastikan tidak ada ruang bagi praktik-praktik yang bisa merusak integritas penegakan hukum," tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa obstruction of justice diakui sebagai tindak pidana serius dalam Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.
Karena itu, ia menilai permohonan uji materi yang meminta pembatasan kewenangan KPK hanya pada tindak pidana korupsi dalam Bab II UU Tipikor tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
"Korupsi masih menjadi musuh negara. Oleh karena itu, penting penguatan kelembagaan KPK, termasuk mempertahankan norma yang sudah berlangsung lebih dari dua dekade ini. Kalau disebut bertentangan dengan konstitusi, saya kira itu tidak berdasar hukum," ujarnya.
DPR meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi tersebut dan menegaskan seluruh pasal yang dipersoalkan tetap konstitusional serta memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Penulis :
- Shila Glorya