Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Gerhana Bulan Total Hiasi Langit Indonesia, Kemenag Gelar Observasi dan Salat Khusuf

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Gerhana Bulan Total Hiasi Langit Indonesia, Kemenag Gelar Observasi dan Salat Khusuf
Foto: Salat Khusuf berjemaah Kementerian Agama (Kemenag) pada Minggu hingga Senin, 7–8 September 2025, yang dipusatkan di Mushallatorium Rumah Falak Pondok Labu, Jakarta Selatan (sumber: Kemenag)

Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar pengamatan Gerhana Bulan Total pada Minggu hingga Senin, 7–8 September 2025, yang dipusatkan di Mushallatorium Rumah Falak Pondok Labu, Jakarta Selatan, dan dirangkaikan dengan Salat Khusuf berjemaah.

Fenomena Bulan Darah dan Rangkaian Kegiatan

Gerhana Bulan Total kali ini dapat diamati jelas dari berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jakarta.

Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah Kemenag, Ismail Fahmi, menjelaskan bahwa fenomena ini memiliki nilai astronomi sekaligus keagamaan.

"Gerhana Bulan Total atau yang dikenal juga dengan istilah bulan darah ini menjadi momentum penting bagi umat Islam. Selain observasi astronomi, kita melaksanakan sunnah nabi dengan mengerjakan Salat Khusuf secara berjemaah," ungkapnya.

Berdasarkan data hisab, gerhana bulan dimulai pukul 23:27 WIB dengan fase sebagian.

Fase total dimulai pukul 00:30 WIB, puncaknya terjadi pukul 01:11 WIB, berakhir pukul 01:52 WIB, dan keseluruhan gerhana selesai pukul 02:56 WIB.

Ismail menambahkan bahwa observasi gerhana juga menjadi sarana edukasi falakiyah dan syiar keagamaan.

"Fenomena alam seperti ini mengingatkan kita akan kebesaran Allah Swt. Tradisi rukyat perlu terus dijaga karena melibatkan banyak elemen, mulai dari ormas Islam, pesantren, hingga masyarakat luas. Dengan begitu, literasi falakiyah semakin mengakar dan bermanfaat bagi umat," jelasnya.

Penjelasan Ilmiah dan Pelurusan Mitos

Acara pengamatan turut menghadirkan Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi BRIN, yang memberikan penjelasan ilmiah mengenai bulan darah.

Menurutnya, gerhana tidak selalu terjadi setiap purnama karena orbit Bulan miring sekitar lima derajat terhadap orbit Bumi.

"Gerhana hanya terjadi ketika posisi Matahari, Bumi, dan Bulan segaris. Saat itu Bulan Purnama memasuki bayangan Bumi. Lengkungan gelap yang tampak pada permukaan Bulan adalah bayangan Bumi, dan itu sekaligus bukti bahwa Bumi berbentuk bulat," terangnya.

Thomas juga menjelaskan penyebab warna merah pada Bulan saat gerhana total.

"Cahaya biru diserap atmosfer sehingga langit kita tampak biru, sementara cahaya merah diteruskan ke Bulan. Itulah sebabnya saat gerhana total Bulan tampak berwarna merah. Fenomena ini yang dikenal sebagai bulan darah," ujarnya.

Selain itu, ia meluruskan mitos-mitos yang berkembang dalam masyarakat mengenai gerhana.

Dalam sejarah, sebagian masyarakat mengaitkannya dengan hal mistis, seperti Bulan dimakan raksasa buto ijo.

Thomas menegaskan bahwa Rasulullah saw. pernah menyampaikan gerhana bukan akibat kelahiran atau wafatnya seseorang, melainkan tanda kebesaran Allah.

"Karena itu, Rasulullah memerintahkan umatnya untuk melaksanakan salat gerhana sebagai bentuk penghambaan dan pengingat akan kebesaran-Nya," jelas Thomas.

Salat Khusuf di Mushallatorium Rumah Falak diikuti oleh pegawai Kemenag, komunitas pemerhati ilmu falak, dan masyarakat sekitar.

Kegiatan ditutup dengan khotbah singkat yang mengajak umat menjadikan fenomena alam ini sebagai momentum untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Penulis :
Shila Glorya