Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

BPOM Gandeng Lintas Sektor Cegah Penggunaan Bahan Berbahaya Sejak Hulu Rantai Pasok

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

BPOM Gandeng Lintas Sektor Cegah Penggunaan Bahan Berbahaya Sejak Hulu Rantai Pasok
Foto: (Sumber: Penandatanganan nota kesepahaman pada Kick Off Aksi Bersama Pencegahan dan Penanganan Rantai Pasok Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang pada Pembuatan Sediaan Farmasi dan Pangan Olahan di Kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Jakarta, Senin (15/9/2025). ANTARA/Sean Filo Muhamad)

Pantau - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia memperkuat strategi pengawasan dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan untuk mencegah penggunaan bahan baku terlarang pada makanan dan obat-obatan sejak dari hulu rantai pasok.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa pendekatan preventif ini bertujuan utama untuk melindungi masyarakat dari bahaya konsumsi produk ilegal, tidak sehat, dan berisiko tinggi terhadap keselamatan jiwa.

" Tujuan output akhirnya adalah bagaimana rakyat dan masyarakat kita itu kita lindungi. Lindungi keamanannya, keamanan dari segi makanan, minuman, dan obat-obatan tentunya. Juga yang paling penting kita lindungi keselamatannya," ungkapnya dalam acara Kick Off Aksi Bersama Pencegahan dan Penanganan Rantai Pasok Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang di Jakarta, Senin (15/9/2025).

Pendekatan Hulu dan Komitmen Bersama

Taruna menjelaskan bahwa selama ini penanganan kasus bahan berbahaya lebih banyak dilakukan di hilir, setelah produk beredar di pasar.

Metode tersebut dinilai tidak cukup efektif dalam menekan angka pelanggaran karena sifatnya reaktif.

" Saya melihat kalau teknik dan sistem seperti itu, kejahatan tidak akan bisa berkurang apalagi hilang. Oleh karena itu, apa yang kita lakukan hari ini? Kita punya komitmen bersama bahwa ini tanggung jawab kita bersama-sama, khususnya berhubungan dengan rantai pasok bahan dasar. Kita masuk ke hulunya," tegasnya.

Aksi bersama ini melibatkan berbagai lembaga strategis, antara lain Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta pemerintah daerah.

Langkah ini diharapkan menjadi bentuk pencegahan sistemik terhadap peredaran produk berbahan terlarang yang membahayakan masyarakat.

Ancaman Produk Ilegal dan Nilai Pasar Obat-Makanan

BPOM mencatat telah melaporkan lebih dari 200 ribu tautan yang menjual makanan dan obat-obatan dengan bahan berbahaya secara daring.

Data ini sejalan dengan laporan World Health Organization (WHO) yang menyebutkan bahwa satu dari sepuluh produk medis di negara berkembang merupakan produk palsu atau bermutu rendah.

Taruna menekankan bahwa perlindungan masyarakat menjadi semakin penting karena proyeksi pasar obat dan makanan di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp4.674 triliun atau menyumbang sekitar 8,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

" Nah kalau kita masuk ke situ (pencegahan dari hulu), maka insyaallah tahun depan kejahatan di bidang obat dan makanan pasti merosot," ujarnya optimistis.

Langkah ini diharapkan tidak hanya meningkatkan keamanan konsumsi, tetapi juga memperkuat daya saing industri obat dan makanan nasional di tengah pertumbuhan pasar yang pesat.

Penulis :
Aditya Yohan