
Pantau - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan akan mempertanyakan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan.
Kritik atas Keputusan KPU
Dalam Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025, publik tidak bisa mengakses dokumen ijazah yang menjadi persyaratan capres dan cawapres tanpa persetujuan dari pihak terkait.
Menurut Dede Yusuf, keputusan tersebut berpotensi menutup ruang transparansi yang seharusnya melekat pada pejabat publik.
"Nanti akan kami tanyakan ke KPU. Karena sebetulnya data pejabat publik itu adalah data yang harus transparan. Jadi setiap calon-calon pejabat publik, baik itu DPR, Menteri, Presiden, dan Wakil Presiden saya pikir itu adalah sebuah data yang harus bisa dilihat oleh semua orang," ungkapnya.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini menilai seorang pemimpin negara justru wajib membuka data pribadinya agar publik dapat menilai rekam jejaknya.
Pentingnya Transparansi
Dede Yusuf mencontohkan proses melamar pekerjaan di perusahaan swasta yang biasanya mengharuskan pelamar menyerahkan curriculum vitae (CV) lengkap dengan ijazah.
"Kalau yang lainnya boleh, rekening, terus kemudian ijazah, riwayat hidup saya pikir nggak masalah ya dibuka ke publik. Karena orang melamar kerjaan aja kan pakai CV, apalagi ini mau melamar jadi pemimpin," tegasnya.
Ia menambahkan akan meminta penjelasan dari KPU mengenai alasan dikecualikannya dokumen-dokumen tersebut.
Dalam keputusan KPU, setidaknya terdapat 16 dokumen yang tidak bisa dibuka ke publik, termasuk fotokopi KTP elektronik, foto akta kelahiran warga negara Indonesia, serta ijazah calon presiden dan wakil presiden.
- Penulis :
- Arian Mesa