Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menteri Agama Usulkan Kurikulum Berbasis Cinta untuk Lindungi Hak Minoritas dan Perkuat Moderasi Beragama di Asia

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Menteri Agama Usulkan Kurikulum Berbasis Cinta untuk Lindungi Hak Minoritas dan Perkuat Moderasi Beragama di Asia
Foto: (Sumber: Menag Nasaruddin Umar bersama dengan Sekretaris Jenderal CCA Mathews George Chunakara (kiri) dan Ketua Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty (kanan))

Pantau - Menteri Agama Nasaruddin Umar memperkenalkan Kurikulum Berbasis Cinta sebagai pendekatan baru dalam pendidikan inklusif dan moderasi beragama, dalam forum Inter Religious Conference on Freedom of Religion and Rights of Religious Minorities in Asia yang digelar di Auditorium Graha Oikoumene, Jakarta.

Budaya Cinta Sebagai Fondasi Keberagaman

Dalam pidato kuncinya, Menag menyampaikan bahwa Kurikulum Berbasis Cinta bertujuan memperkuat pendidikan yang menjunjung empati, belas kasih, dan rasa hormat antarumat beragama.

"Untuk benar-benar mencintai Tuhan, seharusnya juga mencintai manusia. Perbedaan keyakinan bukan alasan untuk takut, tetapi peluang untuk saling belajar," ujarnya.

Menag menekankan bahwa keragaman Indonesia yang mencakup lebih dari 17.000 pulau, 1.300 kelompok etnis, dan enam agama yang diakui negara, merupakan keberuntungan sekaligus tantangan yang harus dijaga dengan moralitas, bukan semata-mata politik atau ekonomi.

"Diversitas ini adalah keberuntungan sekaligus tantangan terbesar kita. Kesatuan tidak bisa dipaksakan, melainkan harus ditumbuhkan melalui fondasi moral yang lebih dalam daripada politik atau ekonomi. Fondasi itu adalah budaya cinta," tegasnya.

Ia menegaskan bahwa Kurikulum Berbasis Cinta bukan sekadar teori, tetapi praktik kehidupan sehari-hari.

Dari Masjid Istiqlal hingga Forum Asia

Sebagai contoh konkret, Menag mengangkat pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta.

"Bagi saya, Masjid Istiqlal bukan hanya untuk komunitas Muslim, tapi pusat kemanusiaan. Kurikulum ini lebih dari sekadar bangunan fisik, tapi metafora hidup tentang apa yang Indonesia inginkan: kepercayaan tidak saling berlawanan, melainkan bekerja sama; komunitas tidak terpisah, melainkan saling terhubung," ujarnya.

Ia mengapresiasi inisiatif Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Christian Conference of Asia (CCA) atas penyelenggaraan forum ini, dan menyebutnya sebagai momentum untuk memperkuat dialog, keadilan, dan keamanan lintas agama.

"Saya ingin mengucapkan penghargaan kepada PGI dan CCA yang menginisiasi dan menyediakan pertemuan penting ini. Dedikasi Anda untuk dialog, keamanan, dan keadilan merupakan sumber inspirasi, bukan hanya untuk Asia tetapi juga untuk seluruh dunia," katanya.

Tantangan Kebebasan Beragama dan Pentingnya Pendidikan Berbasis Kasih

Menag menyoroti masih adanya intoleransi, diskriminasi, dan ketidakadilan yang menimpa kelompok minoritas di berbagai negara Asia.

Ia menegaskan bahwa pendidikan berbasis kasih sayang adalah alat paling efektif untuk perubahan jangka panjang.

"Melalui Kurikulum Berbasis Cinta, generasi muda dididik untuk melihat kemanusiaan dalam diri orang lain, menolak potensi kekerasan, dan tumbuh menjadi warga yang melindungi hak semua orang, termasuk kelompok rentan," jelasnya.

Menag juga menekankan bahwa melindungi kebebasan beragama adalah kewajiban ganda—baik konstitusional maupun spiritual.

"Melindungi kebebasan beragama bukan hanya kewajiban konstitusional, tetapi juga tugas spiritual. Setiap tindakan toleransi, setiap penghormatan atas hak asasi manusia, adalah refleksi kasih sayang kita kepada Tuhan," ujarnya.

Menutup pidatonya, Menteri Agama mengajak seluruh peserta menjadikan forum ini sebagai awal kerja sama lintas agama dan lintas negara untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan penuh kasih.

"Biarkan semangat kasih sayang membimbing kita semua. Biarkan semangat itu membentuk kita dalam melindungi keadilan dan kemanusiaan. Mari jadikan perjumpaan ini sebagai penunjuk harapan untuk dunia," serunya.

Turut hadir dalam konferensi ini Sekretaris Jenderal CCA Mathews George Chunakara, Ketua Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty, para delegasi dari berbagai negara Asia, serta Direktur Bimas Kristen Kementerian Agama, Suwarsono.

Penulis :
Ahmad Yusuf