
Pantau - Edi Suharto, Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial, menyatakan bahwa seluruh tugas dan program di Kementerian Sosial tetap berjalan normal meskipun dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Edi Suharto Klaim Tetap Aktif Bekerja Meski Jadi Tersangka
Edi menegaskan bahwa ia masih menjalankan tugas hariannya di Kemensos, termasuk mengikuti rapat pimpinan dan kegiatan kementerian lainnya.
"Semampu dan sekuat saya, saya tetap menjalankan tugas sehari-hari. Beberapa waktu lalu saya hadir dalam rapat pimpinan, termasuk kegiatan lain di kementerian", ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa posisinya saat ini sebagai staf ahli tidak memiliki hubungan langsung dengan perkara hukum yang sedang disidik oleh KPK.
Pelayanan publik serta program-program Kemensos, menurut Edi, tetap berjalan sebagaimana mestinya demi mendukung masyarakat.
Sebelumnya, Edi pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada tahun 2020.
Pada periode tersebut, ia mendapatkan penugasan dari Menteri Sosial Juliari Batubara untuk menjalankan program Bantuan Sosial Beras (BSB) dalam rangka penanganan COVID-19.
Proyek Dianggap Sesuai Pedoman, Tapi Transporter Diduga Menyimpang
Edi mengungkapkan bahwa dalam kasus yang melibatkan dua perusahaan—PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) dan PT Dosni Roha Logistik (DNR)—dirinya telah beberapa kali diperiksa oleh KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ia menyatakan bahwa dalam kasus BGR, tidak ditemukan bukti aliran dana maupun dokumen yang mengaitkan dirinya secara langsung.
"Awalnya saya pikir kasus itu selesai, namun saya kembali dipanggil pada tahun 2024 terkait dengan kasus DNR. Itu membuat saya kaget, karena sebelumnya hanya klarifikasi, tetapi kemudian ada panggilan sebagai saksi dan tersangka", ujarnya.
Menurut Edi, distribusi bansos beras seharusnya menjadi tanggung jawab Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial atau Ditjen Fakir Miskin.
Namun, karena beban kerja tinggi, Menteri Sosial saat itu memindahkan tanggung jawab ke Ditjen Pemberdayaan Sosial yang dipimpin olehnya.
Edi mengklaim bahwa pelaksanaan program telah dikawal sesuai pedoman.
Namun di lapangan, terjadi penyimpangan oleh transporter, di mana beras yang seharusnya dikirim langsung ke rumah penerima malah diturunkan di kelurahan atau desa.
"Kami kawal sesuai pedoman, tapi di lapangan transporter tidak amanah, sehingga distribusi tidak sesuai petunjuk teknis (juknis), ini yang membuat kita menjadi kesulitan. Di situ dalam keadaan tertentu, misalnya itu titik baginya sampai di RT/RW kira-kira seperti itu, door to door ke penerima manfaat. Ternyata beras itu diketahui kemudian diturunkannya di kelurahan atau desa. Ini yang kemudian disebut adanya selisih harga dan kerugian negara", jelasnya.
KPK: Kerugian Negara Capai Rp200 Miliar, Menteri Sosial Tegaskan Sikap Tegas
KPK memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial Presiden untuk wilayah Jabodetabek pada 26 Juni 2024.
Pada 19 Agustus 2025, KPK mencegah empat orang bepergian ke luar negeri terkait kasus distribusi bansos:
- Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT), Komisaris Utama PT DNR Logistics dan Dirut PT Dosni Roha Indonesia
- Kanisius Jerry Tengker (KJT), Dirut DNR Logistics tahun 2018–2022
- Herry Tho (HER), Direktur Operasional DNR Logistics tahun 2021–2024
- Edi Suharto (ES)
- Di hari yang sama, KPK menetapkan tiga individu dan dua korporasi sebagai tersangka.
- Total kerugian negara dari kasus ini ditaksir mencapai Rp200 miliar.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi praktik korupsi di kementeriannya.
"Saya dengan Pak Wamensos (Agus Jabo Priyono) tidak menoleransi korupsi. Kalau ada pelanggaran, saya dan Pak Wamensos tidak segan-segan melaporkannya langsung ke penegak hukum", tegas Saifullah.
Ia juga memastikan bahwa setiap anggaran Kemensos harus digunakan secara transparan, kredibel, dan tepat sasaran untuk penerima manfaat.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti