
Pantau - Ekonom dari EVIDENT Institute, Rinatania Anggraeni Fajriani, menyatakan bahwa tudingan yang menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai penyebab kenaikan harga ayam nasional tidak memiliki dasar logika ekonomi yang kuat.
Pakan Jadi Penyebab Utama, Bukan MBG
Menurut Rinatania, kenaikan harga ayam lebih disebabkan oleh lonjakan biaya pakan dan sejumlah faktor struktural dalam sektor peternakan, bukan oleh permintaan dari program MBG.
"Sulit menyimpulkan MBG sebagai satu-satunya pendorong utama kenaikan harga daging ayam nasional tanpa faktor lain yang lebih besar", ungkapnya.
Sebelumnya, CELIOS (Center of Economic and Law Studies) menyebut dapur umum MBG sebagai penyebab naiknya harga ayam dan penyingkiran pedagang kecil dari rantai pasok.
Menanggapi itu, Rinatania menjelaskan bahwa skala permintaan daging ayam dari MBG masih terlalu kecil untuk memberikan dampak signifikan terhadap harga secara nasional.
Data Badan Pangan Nasional (Bapanas) menunjukkan bahwa kebutuhan daging ayam untuk program MBG pada 2025 diperkirakan hanya sekitar 70 ribu ton.
Sementara total produksi nasional daging ayam mencapai 3,8 juta ton, sehingga serapan MBG hanya sekitar 1,8 persen dari total produksi.
Komponen biaya pakan—terutama jagung dan bungkil kedelai—menurutnya merupakan penentu utama dalam harga pokok produksi (HPP) ayam ras pedaging.
Berbagai kajian akademik menunjukkan bahwa kenaikan harga jagung secara signifikan meningkatkan biaya produksi, menekan margin peternak, dan mendorong kenaikan harga daging ayam.
"Menyalahkan MBG dan mengabaikan siklus harga pakan ibarat menyalahkan barista atas kenaikan harga kopi di coffee shop ketika harga biji kopi dunia sedang naik", tegasnya.
Solusi Bukan Hentikan MBG, Tapi Perbaiki Rantai Pasok
Selain faktor pakan, beberapa penyebab lain turut berkontribusi terhadap harga ayam di pasar domestik, seperti:
- Volatilitas harga musiman
- Sarana produksi ternak (sapronak)
- Biaya logistik
- Penyakit unggas
- Panjangnya rantai distribusi
Rinatania menyarankan agar kritik terhadap MBG sebaiknya diarahkan pada aspek implementasinya, bukan pada eksistensi program itu sendiri.
Ia sepakat dengan CELIOS bahwa pengadaan bahan pangan untuk MBG tidak boleh hanya menguntungkan pedagang besar, melainkan juga harus membuka akses bagi koperasi, UMKM, dan pasar lokal.
"Tetapi, menghentikan MBG adalah solusi mudah yang tidak solutif. Alih-alih, MBG dapat level the playing field dengan membuka akses supply SPPG kepada koperasi, UMKM, dan pasar lokal. Dengan desain inklusif, MBG justru dapat berkontribusi terhadap kestabilan permintaan pasar, mengurangi volatilitas harga, dan memperkuat ekosistem pangan nasional", jelasnya.
Ia menegaskan bahwa mahalnya harga daging ayam bukanlah persoalan baru, karena biaya pakan, logistik, dan faktor musiman telah lama menjadi penyebab dominan.
"Jika analisis publik berhenti pada narasi sederhana 'MBG bikin harga naik' kita justru gagal melihat urgensi perbaikan mendasar untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia", pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti