
Pantau - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) menetapkan lima naskah baru sebagai bagian dari program Ingatan Kolektif Nasional (IKON) tahun 2025 guna mengarusutamakan naskah nusantara sebagai sumber pengetahuan dan memori kolektif bangsa.
Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz, menegaskan pentingnya program ini dalam menempatkan manuskrip sebagai bagian utama dari pembangunan nasional.
"Melalui program ini, naskah dan kandungannya harus ditempatkan sebagai arus utama, tidak lagi menjadi isu yang termarjinalkan," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan pengarusutamaan naskah memerlukan dukungan ekosistem pernaskahan, anggaran yang memadai, serta keberpihakan negara terhadap literasi dan kebudayaan.
"Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sejarah hanya bisa hidup melalui pelestarian dan pendayagunaan yang optimal terhadap sumber-sumbernya," katanya.
Proses Seleksi dan Lima Naskah yang Ditetapkan
Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Suharyanto, menjelaskan bahwa penetapan naskah dilakukan melalui seleksi ketat oleh dewan pakar berdasarkan tiga aspek utama: signifikansi sejarah, sosial dan kemasyarakatan, serta komitmen pelestarian dari pemilik budaya.
"Dewan pakar menilai setiap naskah berdasarkan tiga aspek utama, yaitu signifikansi sejarah, sosial dan kemasyarakatan, serta komitmen pemilik budaya terhadap pelestarian dan pemanfaatan manuskrip," ungkapnya.
Setelah ditetapkan, naskah-naskah tersebut akan dibahas bersama Komite Memory of the World (MoW) Indonesia dan Dewan Pakar untuk diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dokumenter dunia.
Kelima naskah yang terpilih sebagai IKON 2025 adalah:
Naskah Kulit Kayu: Ingok Perjanjian Kita
- Diusulkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung serta UPTD Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwa Jurai.
- Ditulis dalam aksara Lampung abad ke-17 atau ke-18 di atas kulit kayu.
- Berisi kisah perjanjian antara manusia, jin, dan makhluk hutan.
- Sarat nilai spiritual, ekologis, dan etika sosial masyarakat Lampung.
Naskah Poerba Ratoe: Catatan Sejarah Masyarakat Labuhan Ratu (1907–1915)
- Diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, dimiliki oleh Arief Sofyan.
- Berbahasa Lampung, memuat hukum adat, pemerintahan lokal, dan interaksi kolonial.
- Menggambarkan tatanan sosial Labuhan Ratu awal abad ke-20.
Pusparagam Naskah Warisan Skriptorium Pecenongan
- Diusulkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
- Koleksi 33 naskah abad ke-19 dari kawasan Pecenongan, Batavia.
- Mencakup cerita, syair, dan teks keagamaan.
- Menunjukkan dinamika literasi masyarakat urban kolonial.
Babad Trunajaya
- Diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Sumenep.
- Mengisahkan Perang Trunajaya (1674–1680) dari perspektif rakyat Madura.
- Menonjolkan semangat perlawanan dan martabat daerah.
Lontar Tawang Alun
- Diusulkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi, dimiliki oleh Wahyu Naga Pratala.
- Warisan Kerajaan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di Jawa.
- Memuat sejarah, politik, dan budaya masyarakat pesisir timur Jawa.
- Mengangkat nilai kepemimpinan Prabu Tawang Alun.
Upaya Pelestarian dan Pengakuan Dunia
Penetapan lima naskah ini bertujuan memperkaya daftar warisan dokumenter nasional yang dilindungi dan dipromosikan melalui program IKON Perpusnas.
Selain itu, langkah ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam memperjuangkan pengakuan internasional atas kekayaan intelektual dan budaya bangsa.
- Penulis :
- Aditya Yohan