billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kisah Eunike dari Semarang: Mengabdi untuk Anak-Anak Marjinal di Sekolah Rakyat Makassar

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Kisah Eunike dari Semarang: Mengabdi untuk Anak-Anak Marjinal di Sekolah Rakyat Makassar
Foto: (Sumber: Eunike Megawati, guru bimbingan konseling di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 23 Makassar. ANTARA/Farhan Arda Nugraha/pri..)

Pantau - Eunike Megawati, perempuan asal Semarang, Jawa Tengah, kini mengabdikan diri sebagai guru bimbingan konseling (BK) di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 23 Makassar sejak pertengahan Juli 2025, setelah sebelumnya mengajar selama enam bulan di sebuah sekolah reguler di Jawa Tengah.

Ia bergabung melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), dan memilih formasi guru Sekolah Rakyat karena ingin melayani kelompok marjinal.

"Jadi saya terpanggil, saya ikut daftar. Kemudian ternyata saya ditempatkan di sini (SRMP 23 Makassar). Ya berarti memang takdirnya saya ada di sini," ungkapnya.

Bangun Karakter Anak dari Nol

SRMP 23 Makassar merupakan sekolah berasrama untuk anak-anak dari latar belakang sulit, seperti korban perceraian, tinggal dengan nenek, hingga keluarga miskin ekstrem.

Sebagai guru BK, Eunike bertugas membangun kepercayaan diri dan keterbukaan siswa, bukan sekadar memberi pelajaran.

Di awal penugasan, kendala bahasa menjadi tantangan karena mayoritas siswa menggunakan bahasa Makassar.

Ia sempat dibantu guru lain untuk menerjemahkan percakapan, dan kini perlahan mulai memahami bahasa lokal meski belum fasih.

Ia juga menyadari pendekatan terhadap siswa di Makassar berbeda, contohnya anak-anak tidak langsung masuk kelas meski sudah diperingatkan, sehingga pendekatan yang lebih halus dan penuh dialog menjadi kunci.

Selama tiga bulan pertama, pembelajaran difokuskan pada penguatan karakter, keberanian menyampaikan pendapat, latihan bicara di depan umum, serta keterbukaan terhadap guru.

"Kalau pengalaman saya selama tiga bulan ini sebagai guru sekolah rakyat, saya bilang ini luar biasa sekali. Di sini saya membangun karakter dari nol. Anak-anak datang tanpa fasilitas dan difasilitasi oleh negara, tapi yang buat saya bangga sama anak-anak ini, mereka mau berjuang mengubah hidupnya," kata Eunike.

Pendidikan Karakter dan Harapan Baru

Eunike membangun kedekatan emosional dengan siswa, mendengarkan dan memahami latar belakang mereka.

Ia memberi motivasi melalui reward sederhana seperti biskuit bagi yang menyelesaikan tugas.

Setiap minggu, siswa mendapat kesempatan melakukan panggilan video dengan keluarga, dan kunjungan orang tua diizinkan setiap hari Minggu.

Kerinduan terhadap orang tua menjadi tantangan utama anak-anak di sekolah ini.

Hal kecil seperti siswa yang mulai bisa melipat pakaian sendiri menjadi momen yang membuat Eunike terharu.

Ia berharap para siswa bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, dengan cita-cita yang beragam, seperti menjadi anggota TNI, dokter, guru, atau pilot.

Ia juga berharap program Sekolah Rakyat dapat terus berlanjut untuk membuka jalan bagi masa depan mereka.

SRMP 23 Makassar merupakan bagian dari program pemerintah bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera.

Sekolah ini menempati bekas bangunan pusat rehabilitasi sosial anak yang pernah berhadapan dengan hukum.

Saat ini, sekolah memiliki 137 siswa dan 14 guru dengan berbagai fasilitas seperti ruang belajar, perpustakaan, laboratorium IPA, aula, lapangan olahraga, dan tujuh bangunan asrama.

Dua bulan pertama pembelajaran diisi dengan kurikulum matrikulasi seperti moral, etika, kewirausahaan, dan keterampilan hidup.

Sejak September 2025, siswa mulai belajar mata pelajaran umum seperti IPA, matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah.

Coding juga sudah diperkenalkan meski laboratorium komputer masih dalam tahap penyediaan, dan sementara ini guru menggunakan proyektor serta laptop pribadi sebagai alat bantu belajar.

Plh Kepala Sekolah, Azharina Isnarani, menyebut pembentukan moral dan kedisiplinan sebagai tantangan utama, mengingat usia siswa 13–15 tahun berada dalam fase pubertas.

Untuk itu, nilai moral dan agama menjadi bagian penting dalam pendidikan mereka.

Kegiatan luar kelas seperti kunjungan ke Benteng Rotterdam digelar untuk mengenalkan sejarah dan budaya Makassar, sementara akhir pekan diisi dengan ekstrakurikuler seperti olahraga, bahasa Inggris, dan seni.

Meski masih banyak keterbatasan, semangat guru dan siswa tetap tinggi.

Azharina berharap Sekolah Rakyat dapat menjadi tempat belajar dan menumbuhkan harapan bagi siswa yang layak merasakan perhatian dari negara untuk meraih masa depan.

Penulis :
Ahmad Yusuf