billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Hakim Penerima Suap Kasus CPO Dituntut 12 Tahun Penjara, Jaksa: Mereka Cederai Kepercayaan Publik

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Hakim Penerima Suap Kasus CPO Dituntut 12 Tahun Penjara, Jaksa: Mereka Cederai Kepercayaan Publik
Foto: Sidang pembacaan surat tuntutan kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 29/10/2025 (sumber: ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

Pantau - Tiga orang hakim yang pernah menangani kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) tahun 2022 dituntut masing-masing 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, atas dugaan menerima suap dalam memutuskan vonis lepas (ontslag) terhadap terdakwa korporasi.

Tiga Hakim Dituntut Berat atas Dugaan Suap

Ketiga hakim yang dituntut tersebut adalah Djuyamto (hakim ketua), Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharuddin (hakim anggota).

"Kami menuntut agar para terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama," ungkap JPU Syamsul Bahri Siregar saat membacakan tuntutan.

Jaksa menuntut hukuman tambahan berupa denda masing-masing Rp500 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Selain itu, para terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai dengan jumlah yang diterima dan aset yang telah disita selama proses penyidikan.

Djuyamto diminta membayar uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar, sedangkan Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin masing-masing Rp6,2 miliar. Apabila uang tersebut tidak dibayar, ketiganya akan dijatuhi pidana penjara pengganti (subsider) selama 5 tahun.

Jaksa juga menjerat para terdakwa dengan Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam pertimbangan tuntutannya, jaksa menyebut hal yang memberatkan antara lain karena para hakim tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, serta telah menikmati hasil kejahatan.

Sementara hal yang meringankan adalah bahwa para terdakwa belum pernah dihukum, bersikap kooperatif, dan mengakui perbuatannya.

Suap Mencapai Rp21,9 Miliar, Libatkan Banyak Pihak

Total uang suap yang diterima oleh ketiga hakim dalam dua tahap mencapai Rp21,9 miliar.

Pada tahap pertama, Djuyamto menerima Rp1,7 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.

Pada tahap kedua, Djuyamto menerima Rp7,8 miliar, dan Agam serta Ali masing-masing Rp5,1 miliar.

Suap tersebut juga diduga diterima bersama oleh Muhammad Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Total uang yang diterima oleh para hakim dan dua pihak lain tersebut diperkirakan mencapai 2,5 juta dolar AS atau sekitar Rp40 miliar.

Jaksa menyebut, suap berasal dari pihak-pihak yang mewakili korporasi terdakwa dalam perkara ekspor CPO, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei, yang merupakan advokat atau kuasa hukum.

Tiga korporasi yang terlibat dalam perkara ini adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Para terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis :
Shila Glorya