Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

MUI Apresiasi Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dan Abdurrahman Wahid sebagai Simbol Rekonsiliasi Sejarah

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

MUI Apresiasi Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dan Abdurrahman Wahid sebagai Simbol Rekonsiliasi Sejarah
Foto: Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi (sumber: MUI)

Pantau - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi langkah pemerintah yang menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2025.

Bentuk Kedewasaan Bangsa dalam Menghargai Pemimpin

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa’adi menyebut penganugerahan ini sebagai langkah strategis dan elegan dalam rangka rekonsiliasi sejarah bangsa.

Ia menilai keputusan tersebut menunjukkan kedewasaan bangsa dalam menghargai jasa para pemimpin nasional di masa lalu.

"Keputusan ini adalah penegasan bahwa setiap pemimpin memiliki peran dan jasa besar dalam rangkaian sejarah Indonesia. Kita harus mampu mengambil ibrah dari kepemimpinan mereka untuk masa kini dan masa depan," ungkapnya.

Menurut MUI, momentum ini menjadi kesempatan penting untuk memperkuat persatuan nasional dan menumbuhkan semangat kebangsaan di tengah perbedaan pandangan sejarah.

Zainut mengajak masyarakat untuk mengambil tiga pesan moral dari penganugerahan tersebut, yakni bersikap objektif dan adil dalam menilai sejarah, meneladani semangat perjuangan kedua tokoh, serta mengamalkan nilai-nilai persatuan dan toleransi.

Dua Tokoh, Satu Tujuan: Kebaikan Bangsa

Soeharto dinilai memiliki semangat perjuangan dan dedikasi terhadap kedaulatan negara, termasuk perannya dalam menjaga stabilitas nasional serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan.

Sementara itu, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenang sebagai sosok yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, inklusivitas, dan toleransi, serta mengajarkan bahwa kebaikan tidak mengenal batas agama maupun suku.

"Penganugerahan gelar kepada dua tokoh dengan latar belakang dan corak kepemimpinan yang berbeda, yakni militer-pembangunan dan ulama-demokrasi, merupakan bukti nyata bahwa bangsa ini mampu bersatu dalam kebhinekaan," ia mengungkapkan.

MUI juga menekankan pentingnya menjadikan prinsip tasamuh (toleransi), tafahum (saling memahami), dan ta’awun (saling menolong) sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"MUI mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjunjung tinggi kebesaran jiwa kedua pahlawan ini, mengakhiri segala bentuk polarisasi yang tidak produktif, dan bersatu padu membangun Indonesia yang adil, makmur, dan beradab," tutupnya.

Penulis :
Shila Glorya