
Pantau - Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengungkapkan rencana pengembangan bioetanol berbasis gula aren di Jawa Barat bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan sebagai bagian dari diversifikasi energi nasional.
Simon menyatakan seluruh potensi akan terus dioptimalkan, termasuk pemanfaatan tanaman aren yang dinilai memiliki prospek sebagai bahan baku bioetanol.
Saat ini, kajian sedang dilakukan untuk menilai kelayakan pembuatan bioetanol dari berbagai bahan seperti tebu, singkong, gula aren, dan jagung, guna mencari alternatif dengan harga paling kompetitif.
Simon menjelaskan bahwa transisi energi menghadapi tantangan besar pada aspek harga karena keterjangkauan menjadi faktor utama dalam adopsi energi terbarukan.
Apabila hasil kajian menunjukkan potensi positif, Pertamina siap menggunakan gula aren sebagai bahan baku Pertamax Green.
Potensi Aren dan Tinjauan Lapangan
Daerah yang saat ini secara alami telah menghasilkan gula aren mencakup Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan.
Untuk memperluas skala produksi, dibutuhkan penanaman pohon aren di wilayah lain, namun saat ini fokus diarahkan pada pemanfaatan yang sudah tersedia di Jawa Barat.
Pada Mei 2025, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni melakukan kunjungan kerja ke Kebun Aren di Dusun Cisarua, Garut, Jawa Barat, guna meninjau langsung potensi tanaman ini.
"Pohon aren dinilai dapat memperkuat ketahanan pangan dan energi serta mampu menghasilkan bioetanol berkualitas," ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan, satu hektare pohon aren yang tumbuh optimal dapat menghasilkan sekitar 24 ribu liter bioetanol per tahun.
Raja Juli juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki banyak lahan serta petani yang mampu mengelola dan mengembangkan tanaman aren secara luas.
Ia menyebutkan, bila 1,2 juta hektare pohon aren dapat ditanam, maka Indonesia berpeluang mencapai swasembada energi.
Arahan Presiden dan Kebutuhan Etanol Nasional
Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan penanaman 300 ribu hektare pohon aren pada tahun ini sebagai bagian dari strategi ketahanan energi nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Presiden juga menyetujui kebijakan mandatori pencampuran 10 persen etanol ke dalam bahan bakar minyak (BBM).
Kebijakan tersebut ditargetkan berlaku penuh pada 2027 dengan kebutuhan etanol mencapai 1,4 juta kiloliter.
Upaya ini ditujukan untuk mengurangi emisi karbon serta mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.
"Pemerintah berkomitmen untuk memenuhi seluruh kebutuhan etanol dari produksi dalam negeri," ia mengungkapkan.
Bahlil juga menekankan pentingnya pembangunan pabrik etanol dari berbagai sumber bahan baku, seperti singkong, jagung, dan tebu, untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut.
- Penulis :
- Shila Glorya







