Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Refleksi Hari Ayah Nasional: Saatnya Ayah Hadir Utuh untuk Anak-anaknya

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Refleksi Hari Ayah Nasional: Saatnya Ayah Hadir Utuh untuk Anak-anaknya
Foto: (Sumber: Ilustrasi. Seorang ayah mengangkat anaknya dengan penuh kasih dan menjadi potret kehangatan keluarga yang menjadi fondasi tumbuh kembang anak. (ANTARA/HO-Save the Children))

Pantau - Artikel ini ditulis oleh Masuki M. Astro dalam rangka memperingati Hari Ayah Nasional yang jatuh pada 12 November, sebagai ajakan bagi pembaca untuk merefleksikan kembali peran ayah dalam kehidupan keluarga di tengah kuatnya budaya patriarki masyarakat.

Ayah dan Budaya Patriarki

Dalam budaya patriarki, ayah sering diposisikan sebagai “raja”, sementara urusan anak dianggap sebagai tanggung jawab ibu.

Jika seorang ayah ikut mengurus anak, hal tersebut kerap dianggap sebagai “pantangan”.

Dalam pandangan budaya seperti ini, tindakan ayah yang terlihat menyuapi anak dinilai menurunkan “harga diri” seorang lelaki.

Apalagi jika terlihat sedang menceboki anak, ayah dianggap “tidak pantas” disebut laki-laki sejati.

Fenomena persepsi “harga diri” tersebut menyebabkan jarak emosional antara ayah dan anak, sehingga ayah tidak benar-benar hadir untuk menemani anak tumbuh secara fisik maupun batin.

Fenomena fatherless (ketiadaan figur ayah) kemudian memunculkan kesadaran pentingnya ayah untuk kembali menjalankan peran dasarnya: hadir utuh bagi anak-anaknya.

Kehadiran yang Bermakna

Ketidakhadiran ayah tidak selalu berarti ayah meninggal atau tinggal terpisah karena pekerjaan.

Banyak ayah yang secara fisik ada di rumah, tetapi secara batin tidak hadir karena terlalu sibuk atau merasa lelah.

Seorang ayah tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan materi keluarga.

Ia juga harus menghadirkan diri secara fisik dan emosional bagi anak.

Pelukan, belaian kepala, dan ciuman dari ayah adalah hal kecil yang memiliki nilai emosional sangat besar bagi anak.

Sentuhan kasih sayang ayah menjadi modal penting untuk membangun kepercayaan diri dan kecerdasan emosional anak.

Kehadiran ayah, baik secara fisik maupun psikis, turut memperkuat nilai moral dan karakter anak.

Menurut Dr Rahmat Hidayat PhD, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, ketidakhadiran ayah tidak hanya berdampak secara fisik, tetapi juga secara emosional.

“Absennya figur ayah berpengaruh besar terhadap perkembangan anak dalam aspek psikologis maupun sosial,” ungkap Rahmat.

Ia menjelaskan bahwa ada tiga proses utama dalam pembelajaran dan tumbuh kembang anak: observasional (melalui pengamatan), behavioral (melalui perilaku), dan kognitif (melalui pemikiran).

Ketiga proses tersebut membutuhkan kehadiran ayah sebagai contoh nyata bagi perkembangan emosional dan moral anak.

Penulis :
Aditya Yohan