Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Sumut Jadi Provinsi Ketiga Terapkan Keadilan Restoratif, Diharapkan Kurangi Kepadatan Lapas

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Sumut Jadi Provinsi Ketiga Terapkan Keadilan Restoratif, Diharapkan Kurangi Kepadatan Lapas
Foto: Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejagung RI Undang Mugopal (kiri) menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja sama oleh Gubernur Sumatera Utara Bobby Afif Nasution (tengah) dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar (kanan) di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Selasa 18/11/2025 (sumber: Diskominfo Sumut)

Pantau - Provinsi Sumatera Utara (Sumut) resmi menjadi provinsi ketiga di Indonesia yang menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penegakan hukum pidana ringan.

Penerapan ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar, yang berlangsung di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut.

Penandatanganan tersebut turut disaksikan oleh Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Undang Mugopal.

"Perjanjian kerja sama antara pemprov (pemerintah provinsi) dan kejaksaan atas pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku pidana," ungkap Undang Mugopal.

Sumut mengikuti jejak dua provinsi sebelumnya, yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat, yang telah lebih dulu menerapkan keadilan restoratif.

Keadilan restoratif ini dijalankan berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Pelaksanaan pidana kerja sosial didasari putusan pengadilan, diawasi jaksa, serta dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan," jelas Harli Siregar.

Pidana kerja sosial hanya dapat diterapkan pada kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara.

"Hukuman ini berlaku ketika hakim menjatuhkan pidana penjara maksimal enam bulan atau denda kategori II sebesar Rp10 juta," tambahnya.

"Pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan dan dilaksanakan selama delapan jam per hari sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," tegas Harli.

Kriteria Pelaku dan Ragam Bentuk Kerja Sosial

Jaksa memiliki beberapa pertimbangan dalam menerapkan pidana kerja sosial, antara lain jika terdakwa berusia di atas 75 tahun, baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian korban tidak besar, terdakwa telah mengganti kerugian, atau berdasarkan pertimbangan relevan lainnya.

"Ada 300-an bentuk kerja sosial dapat diterapkan mulai dari membersihkan masjid, membersihkan selokan hingga membantu pengurusan administrasi seperti KK dan KTP, disesuaikan kemampuan pelaku," kata Undang Mugopal.

Gubernur Sumut Bobby Nasution menyebut bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari Program Terbaik Hasil Cepat (PHTC) Sumut yang telah dikenalkan sejak kampanye 2024.

Selain itu, pidana kerja sosial juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumut.

"Per 1 Januari 2026 KUHP baru mulai berlaku, dan di dalamnya terdapat aturan mengenai RJ. Banyak yang bisa 'terselamatkan’ dengan penerapan ini, termasuk kondisi lapas yang kita ketahui bersama. Kalau semua sedikit-sedikit dipenjara, lapas penuh, dan keadilan yang humanis tidak ada," ujarnya.

Bobby juga meminta agar bupati dan wali kota di Sumut menunjukkan kepekaan dalam menerapkan pidana kerja sosial di daerah masing-masing.

"Saya menyarankan agar pelaku pidana kerja sosial diberikan insentif sesuai mekanisme yang memungkinkan," imbuhnya.

Kepala Kejati Sumut Harli Siregar menegaskan bahwa keadilan restoratif adalah wujud penegakan hukum yang lebih humanis dan bermanfaat bagi masyarakat.

RJ dinilai sebagai solusi penyelesaian perkara pidana ringan dengan mengedepankan perdamaian, pemulihan hubungan, dan tanggung jawab pelaku tanpa proses peradilan panjang.

"Penandatanganan MoU (nota kesepahaman) pidana kerja sosial ini merupakan komitmen bersama untuk memberikan manfaat bagi masyarakat," tegas Harli.

Ia menambahkan, Kejati Sumut berkomitmen menghadirkan penegakan hukum yang tegas, inklusif, dan berpihak pada pemulihan sosial.

"Saya meminta pemerintah kabupaten/kota segera membentuk tim teknis, menetapkan langkah operasional, menyusun SOP (prosedur operasional standar), dan menetapkan supervisi," tutupnya.

Penulis :
Leon Weldrick