Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Proyek Kereta Gantung Rinjani Masih Tanpa Kepastian Meski Nilai Investasi Triliunan Rupiah

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Proyek Kereta Gantung Rinjani Masih Tanpa Kepastian Meski Nilai Investasi Triliunan Rupiah
Foto: (Sumber : Ilustrasi - Animasi rencana kereta gantung yang akan dibangun dengan latar belakang Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). ANTARA/HO-Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB/aa..)

Pantau - Wacana pembangunan kereta gantung di kaki Gunung Rinjani kembali menjadi sorotan karena proyek yang sering disebut sebagai terobosan pariwisata tersebut hingga kini belum menunjukkan kemajuan nyata.

Ketidaksinkronan Administratif dan Besarnya Rencana Investasi

Sejak peletakan batu pertama pada akhir 2022, proyek bernilai triliunan rupiah itu terus berada dalam ketidakpastian.

Fakta terbaru menunjukkan bahwa proyek ini belum terdaftar dalam Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS).

Ketidakhadiran dalam OSS menjadi indikator kuat bahwa proyek tersebut belum benar-benar berjalan.

Dalam imajinasi pembangunan, kereta gantung dianggap mampu membuka akses baru menuju Rinjani bagi wisatawan yang tidak dapat mendaki serta meningkatkan pendapatan asli daerah.

Harapan ini dinilai masuk akal mengingat Rinjani merupakan salah satu ikon ekowisata terkuat di Indonesia.

Namun terdapat jarak antara harapan dan realisasi yang mencakup perizinan, kesiapan investor, daya dukung lingkungan, kelayakan ekonomi, dan arah kebijakan daerah.

Tulisan ini mencoba membaca ulang arah proyek yang terus dibicarakan tetapi belum memiliki pijakan kepastian.

Ketidaksinkronan paling terlihat dari kontras antara besarnya nilai investasi dan lemahnya fondasi administratif.

Investor pernah menyampaikan nilai investasi mencapai Rp6,7 triliun dan bahkan bisa mencapai Rp15 triliun bila digabungkan dengan pembangunan akomodasi.

Nilai tersebut jauh melampaui banyak proyek pariwisata tingkat provinsi di Indonesia.

Perizinan Tidak Berjalan Linear dan Dokumen Lingkungan yang Tertunda

Hingga November 2025, proyek belum juga tercatat dalam OSS meskipun hal tersebut merupakan prasyarat dasar sebelum konstruksi dapat dimulai.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tahapan sejak awal tidak berjalan secara linear.

Peletakan batu pertama yang dilakukan sebelumnya tidak diikuti langkah administratif wajib.

Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) berulang kali disebut masih menunggu pembahasan.

Perubahan izin dari Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJWA) menjadi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) juga belum terselesaikan.

Penulis :
Ahmad Yusuf