Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Indonesia Masih Harus Benahi Tata Kelola Hukum dan Antikorupsi Sebelum Jadi Anggota OECD, Tegas Yusril

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Indonesia Masih Harus Benahi Tata Kelola Hukum dan Antikorupsi Sebelum Jadi Anggota OECD, Tegas Yusril
Foto: Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra dalam acara Pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Periode 2025–2030 di Jakarta, Jumat 28/11/2025 (sumber: Kemenko Kumham Imipas)

Pantau - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa Indonesia masih harus melakukan berbagai pembenahan sebelum dapat menjadi anggota penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Pembenahan Tata Kelola dan Antikorupsi Jadi Syarat Utama

Yusril menyatakan bahwa salah satu aspek utama yang perlu dibenahi adalah tata kelola hukum dan upaya pemberantasan korupsi.

"OECD mensyaratkan standar integritas dan transparansi yang tinggi," ungkapnya dalam acara Pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) periode 2025–2030 di Jakarta, Jumat (28 November 2025).

Ia menekankan bahwa keanggotaan OECD membutuhkan komitmen kuat terhadap prinsip good governance atau pemerintahan yang baik.

Dalam kesempatan tersebut, Yusril juga menyinggung target pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai anggota penuh OECD dalam waktu tiga tahun ke depan.

Menurutnya, target itu merupakan langkah strategis mengingat Indonesia kini termasuk dalam lima hingga enam negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Masalah Judi Daring dan Korupsi Masih Jadi Sorotan

Selain membahas OECD, Yusril juga menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya praktik judi daring ilegal di Indonesia.

"Ini harus menjadi perhatian kita bersama. Persoalan korupsi, persoalan judi online, dan persoalan narkoba memang harus diambil langkah-langkah tegas," ia mengungkapkan.

Ia mengungkapkan bahwa nilai perputaran uang dari judi daring ilegal kini bahkan melebihi kerugian negara akibat praktik korupsi.

Senada dengan Yusril, Ketua Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Erry Riyana Hardjapamekas, menekankan pentingnya keterlibatan sektor swasta dalam memperkuat tata kelola perusahaan untuk mendukung keanggotaan Indonesia di OECD.

"Jika Indonesia ingin segera menjadi anggota OECD maka sektor swasta harus memiliki sistem kepatuhan anti-suap yang kuat untuk memitigasi risiko. Integritas bukan hanya kewajiban moral, tapi juga investasi dalam keberlanjutan bisnis," ujar Erry.

Erry, yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003–2007, menyebut bahwa pembenahan tata kelola korporasi menjadi sangat mendesak, terutama menjelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada 2 Januari 2026.

KUHP yang baru ini akan mengatur secara tegas mengenai pertanggungjawaban pidana bagi korporasi, sehingga sektor swasta harus segera menyesuaikan sistem kepatuhan hukum mereka.

Penulis :
Shila Glorya