
Pantau - Cuaca ekstrem yang melanda wilayah Sumatera dalam beberapa waktu terakhir dipicu oleh anomali siklon tropis yang terbentuk sangat dekat dengan garis ekuator.
Hal ini diungkapkan oleh Sonni Setiawan, dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, yang menyatakan bahwa fenomena tersebut menarik perhatian karena terjadi di lintang yang tidak biasa.
"Tahun ini agak menarik perhatian para meteorologis, karena siklon tropis terjadi di dekat ekuator, bahkan di bawah lintang lima derajat," ungkapnya.
Interaksi Sistem Atmosfer Memicu Hujan Ekstrem
Fenomena ini dikenal sebagai Siklon Tropis Senyar, yang kekuatannya dipengaruhi oleh interaksi dengan sejumlah sistem atmosfer lain.
Sonni mengidentifikasi bahwa pembentukan Siklon Tropis Senyar dipengaruhi oleh interaksi dengan Gelombang Ekuatorial Rossby, Madden Julian Oscillation (MJO) pada Fase 6 di Pasifik Barat tropis, Indian Ocean Dipole (IOD), dan La Nina yang diperkuat oleh aktivitas sunspot.
La Nina dan IOD ditandai oleh menghangatnya suhu muka laut yang meningkatkan pasokan uap air ke atmosfer, menciptakan depresi tekanan sebagai syarat awal terbentuknya bibit siklon tropis.
Gelombang Rossby dan MJO turut memperkuat konvergensi atau pengumpulan massa udara, mempercepat terbentuknya siklon tropis aktif.
Akibatnya, terjadi pembentukan awan-awan Cumulonimbus (CB) dalam jumlah besar yang menyebabkan hujan ekstrem dengan durasi panjang, bahkan bisa berlangsung lebih dari 24 jam.
Ancaman Hidrometeorologi dan Perubahan Pola Siklon
Pada waktu yang sama, wilayah Indonesia juga berada dalam pengaruh dua bibit siklon dan Siklon Tropis Fina, yang semakin meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di wilayah terdampak.
"Siklon tropis merupakan gangguan atmosfer berskala sinoptik yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di wilayah yang dilaluinya, terutama dalam durasi harian di kawasan tropis," jelasnya.
Dalam kondisi normal, pembentukan siklon tropis mengikuti pergerakan matahari—terjadi di utara saat matahari berada di belahan bumi utara, dan di selatan saat matahari berada di belahan bumi selatan.
Namun, tahun ini terjadi anomali karena pembentukan siklon terjadi sangat dekat dengan ekuator, sesuatu yang jarang terjadi.
"Meskipun Indonesia bukan jalur utama siklon, dampaknya tetap signifikan," ia mengungkapkan.
"Dampaknya memang tidak sebesar daerah di luar batas lintang tersebut, tetapi potensi hujan ekstrem dan angin kencang tetap perlu diwaspadai," tambahnya.
Sonni menyatakan bahwa fenomena ini menjadi catatan penting bagi dunia meteorologi Indonesia.
Ia menekankan pentingnya pemantauan satelit dan kajian lebih dalam agar masyarakat lebih siap menghadapi cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi di tengah perubahan iklim global.
- Penulis :
- Aditya Yohan







