
Pantau - Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan berhasil menangani 794 kasus stunting pada tahun 2025 melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan unsur pentahelix lainnya.
Debi Intan Suri, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, menyampaikan bahwa penanganan tersebut merupakan hasil kerja bersama dari berbagai sektor di wilayah Jakarta Selatan.
"Sebanyak 794 kasus stunting sudah kami tangani pada 2025. Upaya ini tidak berdiri sendiri, melainkan hasil kolaborasi seluruh unsur di Jakarta Selatan, yakni melalui intervensi sensitif dan spesifik," ungkapnya.
Integrasi Data dan Intervensi Gizi Jadi Kunci Penurunan Stunting
Sebanyak 794 balita stunting ditemukan dari total 64.213 balita yang telah ditimbang dan diukur sepanjang 2025.
Penanganan dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif yang terintegrasi, melibatkan peran aktif pemerintah, fasilitas kesehatan, akademisi, komunitas, dan pelaku usaha.
Upaya ini juga bertujuan menyandingkan data survei nasional dengan data riil yang diperoleh langsung dari lapangan.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di DKI Jakarta turun dari 17,6 persen menjadi 17,2 persen.
Sementara itu, prevalensi stunting di Jakarta Selatan mengalami penurunan dari 16,6 persen pada 2023 menjadi 14,9 persen pada 2024.
Penurunan tersebut ditopang oleh intervensi sejak tahap awal, yakni pada remaja, calon pengantin, ibu hamil, dan balita dengan masalah gizi.
Menurut data dari sistem informasi Sigizikesga, prevalensi stunting di Jakarta Selatan pada 2025 tercatat sebesar 1,19 persen.
Pengukuran Serentak dan Kolaborasi Pentahelix Menuju Nol Stunting
Pada Juni 2025, Pemerintah Kota Jakarta Selatan melaksanakan Intervensi Serentak Pengukuran Balita untuk memastikan seluruh balita terdata dalam sistem e-PPGBM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).
Data dari e-PPGBM disusun berdasarkan daftar penduduk by name, by address, menggambarkan kondisi riil di lapangan, dan berbeda dengan survei nasional yang berbasis sampling.
Target cakupan pengukuran balita pun ditingkatkan dari sebelumnya 80–90 persen menjadi 100 persen pada 2025.
"Namun, data-data tersebut akan tetap menjadi bahan evaluasi kami bersama lintas sektor untuk menyusun perencanaan dan regulasi dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting di Jakarta Selatan," ujar Debi.
Ia menegaskan bahwa penanganan stunting tidak bisa dilakukan hanya oleh sektor kesehatan, melainkan memerlukan kolaborasi dari lima unsur pentahelix, yaitu pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media.
Kolaborasi ini ditujukan untuk mencapai target nol stunting di wilayah Jakarta Selatan.
- Penulis :
- Aditya Yohan







