
Pantau - Prof Izuru Saizen, Guru Besar dari Universitas Kyoto, Jepang, memaparkan hasil risetnya mengenai perubahan demografi dan dampaknya terhadap sektor pertanian dalam simposium internasional yang digelar di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat.
Penuaan Penduduk Asia Tenggara Jadi Tantangan Pangan Baru
Dalam presentasinya, Prof Saizen menyebut bahwa negara-negara di Asia Tenggara tengah menghadapi tren serius berupa penurunan angka kelahiran dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia.
" Dengan persiapan yang tidak memadai, muncul kekhawatiran mengenai perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan beban fiskal," ujarnya.
Sebagai Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana Program Studi Lingkungan Global Universitas Kyoto, ia menekankan bahwa percepatan penuaan penduduk dapat mengguncang sektor pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung produksi pangan di kawasan.
Ia mencontohkan Thailand yang kini memiliki struktur piramida penduduk berbentuk “botol” karena menurunnya populasi usia muda.
Sementara di Vietnam, penduduk berusia di atas 65 tahun telah mencapai 8,6 persen dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat.
“Bagaimana dengan Indonesia? Trennya pun serupa. Angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) terus menurun. Pada tahun 2024, TFR Indonesia tercatat 2,11, mengikuti Jepang, Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei yang sudah lama di bawah 2,1,” jelasnya.
Prof Saizen mendorong adanya penelitian kolaboratif lintas negara untuk mempersiapkan era penyusutan populasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Keberlanjutan Pertanian dan Kolaborasi IPB–Kyoto
Simposium yang mengusung tema Improving Sustainable Food Systems and Livelihoods ini dihadiri peneliti dan akademisi dari IPB University serta perguruan tinggi lain di Indonesia dan negara tetangga secara daring.
Dalam paparannya, Prof Saizen menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan pertanian di kawasan perdesaan yang menjadi pusat produksi pangan utama di Asia.
Guru Besar dari Pusat ASEAN Universitas Kyoto, Prof Eiji Nawata, turut memaparkan perkembangan produksi beras Asia Tenggara selama empat dekade terakhir.
Peningkatan tertinggi terjadi di Thailand (17 persen), diikuti oleh Kamboja (6,3 persen), Laos (3,5 persen), Vietnam (3 persen), Filipina (2,7 persen), Indonesia (1,5 persen), dan Malaysia (1,2 persen).
Menurut Prof Nawata, isu-isu penting dalam ilmu pertanian masa depan meliputi adaptasi teknis terhadap pemanasan global, pengembangan varietas, sistem pertanian baru, teknologi hemat energi, biologi molekuler dan mikrobiologi, serta pertanian cerdas berbasis artificial intelligence (AI).
Ia juga menyoroti pentingnya pembangunan pedesaan dan perbaikan lingkungan global secara berkelanjutan.
Wakil Rektor IPB bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, Prof Ernan Rustiadi, menyambut baik kehadiran para delegasi dan menyatakan, "IPB University berfungsi sebagai model integrasi pendidikan, penelitian, dan inovasi yang relevan dengan pembangunan berkelanjutan."
IPB University dan Universitas Kyoto telah menjalin kerja sama dalam berbagai bidang, dan ke depan akan memperluas kolaborasi melalui penguatan riset bersama serta pengembangan program double degree.
Simposium ini diharapkan dapat memperkuat jaringan penelitian Asia dan membuka peluang kolaborasi baru untuk menghadapi tantangan demografi dan pertanian masa depan.
- Penulis :
- Aditya Yohan







