Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Diplomasi Parlemen Indonesia Dorong ASEAN Inklusif, Setara, dan Berkelanjutan Melalui Forum Regional

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Diplomasi Parlemen Indonesia Dorong ASEAN Inklusif, Setara, dan Berkelanjutan Melalui Forum Regional
Foto: Ketua BKSAP DPR RI, Syahrul Aidi Maazat BKSAP DPR RI dalam 'WAIPA Townhall: From Participation to Leadership — Empowering Women in Shaping the Political Landscape' di Bogor, Jawa Barat, Selasa 25/11/2025 (sumber: DPR RI)

Pantau - Penguatan kawasan ASEAN hari ini tidak lagi hanya bertumpu pada kerja sama ekonomi dan stabilitas politik, tetapi juga menyentuh isu-isu fundamental yang menentukan masa depan masyarakatnya: kesetaraan gender, keterlibatan generasi muda, serta keberlanjutan pangan dan lingkungan hidup. Dalam konteks inilah diplomasi parlemen memainkan peran yang semakin strategis.

Melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Indonesia aktif mendorong berbagai agenda penting di tingkat kawasan lewat rangkaian kegiatan seperti WAIPA Townhall, AIPA ConNEXT, National Focus Group Discussion on ASEAN RAI, hingga 21st AIPA Roadshow. Keempat forum tersebut memiliki satu benang merah yang kuat, yakni membangun ASEAN yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Isu kesetaraan gender menjadi bagian penting dalam upaya memperkuat fondasi demokrasi di Asia Tenggara. Melalui WAIPA (Women Parliamentarians of AIPA), Indonesia mendorong peningkatan partisipasi dan kepemimpinan perempuan di parlemen negara-negara ASEAN.

Ketua BKSAP DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menegaskan dalam 'WAIPA Townhall: From Participation to Leadership — Empowering Women in Shaping the Political Landscape' di Bogor, Jawa Barat, Selasa lalu (25/11/2025) menyebutkan bahwa keterwakilan perempuan di parlemen memang mengalami kemajuan, namun belum mencapai titik ideal. Target minimal 30 persen keterwakilan perempuan masih menjadi pekerjaan rumah besar, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi banyak negara di kawasan.

Menurutnya, peran perempuan dalam memajukan ekonomi, pembangunan, serta kehidupan sosial belum sepenuhnya tercermin secara adil dalam proses pengambilan keputusan. Bias gender, diskriminasi, serta konstruksi budaya patriarki masih menjadi tantangan yang dihadapi perempuan di banyak negara Asia Tenggara.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua BKSAP DPR RI sekaligus Ketua WAIPA 2023, Irine Yusiana Roba Putri. Ia menyebut bahwa persoalan kesenjangan gender dalam politik merupakan problem global, termasuk di kawasan ASEAN. Berdasarkan data Inter-Parliamentary Union (IPU), hanya sedikit negara yang mampu mencapai tingkat keterwakilan perempuan yang seimbang di parlemen nasional.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perjuangan kesetaraan bukanlah isu domestik semata, melainkan agenda regional yang harus diperjuangkan bersama. Melalui WAIPA, negara-negara ASEAN didorong untuk saling berbagi praktik baik, memperkuat jejaring perempuan parlemen, dan mendorong kebijakan afirmatif demi menciptakan ruang politik yang lebih setara.

Bagi kawasan ASEAN sendiri, kesetaraan gender bukan hanya soal keadilan, tetapi juga efektivitas pembangunan. Beragam studi menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan mampu menghadirkan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat luas.

AIPA ConNEXT: Investasi Kepemimpinan Generasi Muda ASEAN

Jika WAIPA menjadi simbol penguatan peran perempuan, maka AIPA ConNEXT hadir sebagai bentuk investasi jangka panjang bagi masa depan kepemimpinan ASEAN. Program ini dirancang untuk mempertemukan generasi muda, khususnya perempuan, dengan dunia parlemen dan proses penentuan kebijakan di tingkat regional.

Melalui sesi diskusi dan mentoring, generasi muda diperkenalkan pada dinamika politik kawasan, peran parlemen, serta pentingnya keterlibatan aktif dalam proses demokrasi. Irine Yusiana Roba Putri menekankan bahwa politik semestinya tidak dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan atau eksklusif, melainkan sebagai ruang pengabdian untuk membawa perubahan positif.

Bagi ASEAN, keberadaan AIPA ConNEXT sangat penting untuk menjembatani kesenjangan generasi di dunia politik. Saat ini, banyak anak muda yang bersikap apatis terhadap politik, padahal merekalah yang kelak akan menjadi pengambil keputusan di negaranya masing-masing.

Dengan memperkenalkan konsep kepemimpinan, diplomasi, dan kerja sama kawasan sejak dini, AIPA ConNEXT berperan menyiapkan generasi pemimpin baru yang memiliki perspektif regional. Mereka tidak hanya berpikir sebagai warga negara, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas ASEAN yang saling terhubung.

Upaya ini memperkuat fondasi solidaritas kawasan, di mana masa depan Asia Tenggara tidak hanya ditentukan oleh elite politik hari ini, tetapi juga oleh generasi muda yang memiliki kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap masa depan bersama.

Isu keberlanjutan kemudian semakin menguat dalam pembahasan ASEAN RAI (Responsible Investment in Food, Agriculture, and Forestry). Forum ini membahas bagaimana investasi di sektor pangan, pertanian, dan kehutanan di kawasan ASEAN harus dijalankan secara bertanggung jawab, tidak merusak lingkungan, dan tidak meminggirkan masyarakat lokal.

Sebagai wilayah tropis yang mampu memproduksi pangan sepanjang tahun, Asia Tenggara sejatinya memiliki modal besar untuk menjadi salah satu lumbung pangan dunia. Namun, potensi ini berhadapan langsung dengan berbagai ancaman, seperti alih fungsi lahan, kerusakan hutan, konflik agraria, dan ketimpangan ekonomi antara korporasi besar dan petani kecil.

Syahrul Aidi Maazat menekankan bahwa investasi tidak boleh hanya mengejar keuntungan semata. Ia menyebut ASEAN RAI sebagai pedoman penting bagi negara-negara ASEAN agar pembangunan ekonomi tetap selaras dengan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks ini, peran parlemen menjadi krusial. Anggota parlemen memiliki fungsi untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip ASEAN RAI benar-benar diintegrasikan ke dalam kebijakan nasional, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, maupun program pembangunan di daerah.

Ia juga menyoroti pentingnya pendidikan pertanian sejak dini sebagai bagian dari strategi jangka panjang ketahanan pangan ASEAN. Menurutnya, banyak negara agraris justru kehilangan generasi petani karena pertanian tidak diajarkan secara serius di bangku sekolah. Jika tren ini terus berlanjut, maka kawasan akan menghadapi krisis regenerasi petani dan ancaman terhadap ketahanan pangan di masa depan.

Untuk memperluas dampak pembahasan kebijakan kawasan, AIPA Roadshow digelar di lingkungan akademik, seperti di IPB University. Kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh politisi dan diplomat, tetapi juga mahasiswa, dosen, dan peneliti yang memiliki peran penting dalam pembangunan pengetahuan.

Dengan mengusung tema “Seeds of Policy, Roots of Sustainability”, Roadshow bertujuan menanamkan pemahaman bahwa keberlanjutan berawal dari kebijakan yang tepat. Kebijakan yang baik akan menjadi “benih”, sementara kesadaran dan partisipasi masyarakat akan menjadi “akar” yang menguatkannya.

Melalui AIPA Roadshow, isu-isu besar ASEAN tidak berhenti di ruang sidang atau meja pertemuan, tetapi menyentuh ruang kelas, diskusi kampus, dan komunitas. Ini menunjukkan bahwa kerja sama ASEAN bukan hanya milik para pemimpin negara, melainkan milik seluruh masyarakat di kawasan.

Forum ini juga menghubungkan dunia kebijakan dengan dunia akademik, membuka peluang lahirnya riset, inovasi teknologi, dan gagasan-gagasan baru yang mendukung pertanian berkelanjutan, perlindungan lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat pedesaan.

Indonesia sebagai Penggerak Agenda Kawasan

Melalui seluruh rangkaian aktivitas tersebut, Indonesia menegaskan perannya sebagai salah satu penggerak utama di ASEAN. Bukan hanya sebagai peserta forum, tetapi sebagai inisiator gagasan, pendorong diskursus, dan jembatan antara berbagai kepentingan di kawasan.

Isu kesetaraan gender, kepemimpinan anak muda, investasi berkelanjutan, dan ketahanan pangan dijadikan bagian dari diplomasi parlemen yang lebih luas dan substansial. Ini mencerminkan bahwa pendekatan Indonesia terhadap ASEAN tidak semata-mata pragmatis, tetapi juga berorientasi pada nilai, keberlanjutan, dan keadilan sosial.

Pada akhirnya, masa depan ASEAN tidak hanya dibentuk oleh kekuatan ekonomi atau kalkulasi geopolitik, melainkan oleh sejauh mana negara-negara anggotanya mampu menghadirkan pembangunan yang inklusif, melibatkan semua kelompok, serta menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Melalui diplomasi parlemen yang aktif dan progresif, Indonesia tengah berkontribusi membangun fondasi tersebut. Dari ruang diskusi perempuan hingga lahan pertanian, dari parlemen hingga kampus, satu pesan yang sama terus digaungkan: ASEAN yang kuat hanya bisa lahir dari kerja sama yang adil, kepemimpinan yang inklusif, dan komitmen bersama untuk menjaga masa depan kawasan.

Penulis :
Arian Mesa