
Pantau - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Kurniasih Mufidayati, meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) memastikan bahwa kebijakan pembebasan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa terdampak bencana di Sumatera tidak disertai dengan persyaratan administrasi yang rumit.
Kurniasih mengingatkan agar implementasi di lapangan tidak memberatkan mahasiswa yang menjadi korban bencana.
"Catatan penting kami adalah pada implementasinya di lapangan. Jangan sampai mahasiswa yang rumahnya hanyut atau orang tuanya menjadi korban, masih dibebani dengan syarat administrasi yang rumit," ungkapnya.
Ia mengapresiasi kebijakan pembebasan UKT tersebut sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam membantu masyarakat yang terdampak bencana.
Namun, ia menekankan pentingnya langkah jemput bola dari pihak kampus dan Kemendiktisaintek dengan memanfaatkan data terpadu kebencanaan agar bantuan dapat segera tersalurkan tanpa melalui birokrasi yang berbelit-belit.
Pemerintah Diminta Tidak Diskriminatif terhadap Mahasiswa PTS
Selain itu, Kurniasih juga menyoroti nasib mahasiswa di perguruan tinggi swasta (PTS) yang turut menjadi korban bencana.
Ia meminta pemerintah agar tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan bantuan.
"Bencana tidak memilih status kampus negeri atau swasta. Saudara-saudara kita yang kuliah di PTS juga banyak yang terdampak ekonominya. Kami mendorong adanya skema bantuan afirmatif atau dana taktis untuk mahasiswa PTS di daerah bencana agar tidak ada yang putus kuliah," ia mengungkapkan.
Sebelumnya, kebijakan pembebasan UKT disampaikan oleh Direktur Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek, Fauzan Adziman, dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen pada Senin (8/12).
Fauzan menjelaskan bahwa kebijakan tersebut akan mulai dijalankan pada Januari 2026 menggunakan anggaran tahun tersebut.
Tujuh Langkah Pemerintah Bantu Mahasiswa Terdampak
Selain pembebasan UKT, Kemendiktisaintek merancang enam langkah aksi tambahan untuk membantu mahasiswa terdampak di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Pertama, pengadaan dapur umum di berbagai kampus terdampak untuk mahasiswa atau keluarga mahasiswa yang terdampak langsung.
Kedua, pengaturan Ujian Akhir Semester (UAS) yang fleksibel bagi mahasiswa dari keluarga terdampak.
Ketiga, penggalangan bantuan kebutuhan mendesak seperti makanan, pakaian, penjernih air, dan pengiriman tenaga kesehatan melalui kampus-kampus di wilayah terdampak.
Keempat, pembentukan tim psikososial bagi dosen, mahasiswa, dan masyarakat terdampak, bekerja sama dengan tim psikolog, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), serta tenaga profesional.
Kelima, bantuan fasilitas untuk pemulihan proses pembelajaran agar kembali normal.
Keenam, pemulihan infrastruktur pembelajaran dan sosial yang terdampak akibat bencana.
- Penulis :
- Shila Glorya








