
Pantau - Pemerintah Thailand menyatakan bahwa Kamboja harus menjadi pihak pertama yang mengumumkan gencatan senjata demi menghentikan bentrokan mematikan di perbatasan kedua negara yang telah menewaskan sedikitnya 52 orang.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Maratee Nalita Andamo, mengatakan bahwa setiap gencatan senjata harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan dapat dipercaya.
“Menjadi kewajiban Kamboja untuk memulai gencatan senjata karena merekalah yang melanggar wilayah Thailand,” tegasnya.
Tuduhan Ranjau dan Munisi Curah Perburuk Ketegangan
Thailand menuduh Kamboja telah menanam ranjau darat baru di sepanjang perbatasan sebagai bagian dari eskalasi konflik.
Sebagai salah satu syarat penghentian bentrokan, Thailand meminta Kamboja bekerja sama dalam pembersihan ranjau.
Tuduhan tersebut dibantah oleh pihak Kamboja yang justru balik menuding Thailand menggunakan munisi curah di wilayah sipil.
Kamboja meminta Konvensi Senjata Munisi Curah (CCM) mengecam tindakan Thailand dan menegakkan hukum humaniter internasional, meskipun Thailand bukan negara pihak dalam konvensi tersebut.
Kamboja menyoroti dampak kemanusiaan dari penggunaan senjata tersebut dan mendesak presiden serta anggota CCM untuk mengambil sikap tegas.
Korban Terus Bertambah, Perjanjian Damai Gagal Ditegakkan
Harian Thailand Khaosod melaporkan bahwa dua tentara Thailand tewas pada Selasa malam, menambah total korban militer Thailand menjadi 19 orang.
Selain itu, 16 warga sipil Thailand juga dilaporkan tewas dalam bentrokan tersebut.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Kamboja menyebutkan bahwa 17 warga sipil Kamboja tewas dan 77 lainnya mengalami luka-luka.
Meski sempat diberlakukan, jam malam di Provinsi Trat, Thailand, kini telah dicabut setelah situasi dinyatakan relatif terkendali, menurut juru bicara Asisten Angkatan Laut Kerajaan Thailand, Napassakorn Tipso.
Bentrokan tetap terjadi meskipun Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya pada Jumat (12/12) mengumumkan bahwa kedua pemimpin telah sepakat untuk menghentikan pertempuran.
Pada Oktober lalu, pemimpin Thailand dan Kamboja menandatangani perjanjian damai di Kuala Lumpur di hadapan Presiden Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Namun, perjanjian itu ditangguhkan setelah seorang tentara Thailand terluka parah akibat ledakan ranjau darat, yang kemudian memicu bentrokan lanjutan.
Hingga saat ini, Thailand menyatakan masih menahan sekitar 18 tentara Kamboja terkait berbagai insiden selama lima bulan terakhir.
Thailand dan Kamboja diketahui memiliki sengketa perbatasan berkepanjangan yang beberapa kali memicu konflik berdarah.
Bentrokan sebelumnya yang terjadi pada bulan Juli juga menewaskan sedikitnya 48 orang.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Aditya Yohan







