Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPRD Bali dan Pemkab Tabanan Bahas Pelanggaran Usaha di Kawasan Subak Jatiluwih demi Pertahankan Status Warisan Budaya Dunia

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

DPRD Bali dan Pemkab Tabanan Bahas Pelanggaran Usaha di Kawasan Subak Jatiluwih demi Pertahankan Status Warisan Budaya Dunia
Foto: Pansus TRAP DPRD Bali dan Pemkab Tabanan bahas pelanggaran pemanfaatan kawasan Jatiluwih demi pertahankan WBD UNESCO, Denpasar, Jumat 19/12/2025 (sumber: ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

Pantau - DPRD Bali melalui Panitia Khusus Tata Ruang Aset dan Perizinan (Pansus TRAP) bersama Pemerintah Kabupaten Tabanan menggelar rapat dengar pendapat untuk membahas pelanggaran pemanfaatan ruang oleh usaha pariwisata di kawasan subak Jatiluwih, guna menjaga status Warisan Budaya Dunia (WBD) dari UNESCO.

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, menegaskan pentingnya menjaga kawasan subak Jatiluwih agar tidak kehilangan pengakuan internasional yang telah diraih sejak tahun 2012.

"Jadi, kita mesti jaga, kemudian kita sekarang ada kegiatan-kegiatan yang sedikit ini (usaha restoran) kan tidak terlalu banyak, saya kira kita perbaiki evaluasi," ungkapnya.

13 Pelaku Usaha Dinyatakan Melanggar Perda

Dalam rapat tersebut, DPRD Bali memanggil 13 pelaku usaha yang diduga melanggar aturan tata ruang di kawasan WBD Jatiluwih.

Ke-13 pelaku usaha tersebut meliputi Warung Metig Sari, Warung Anataloka, Warung Krisna D'Uma Jatiluwih, Warung Nyoman Tengox, Agrowisata Anggur, Cata Vaca Jatiluwih, Warung Wayan, Green e-bikes Jatiluwih, Warung Manik Luwih, Gong Jatiluwih, Villa Yeh Baat, Warung Manalagi, dan The Rustic (yang kini bernama Sunari Bali).

Menurut hasil pemeriksaan, semua usaha tersebut terbukti melanggar Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabanan.

Pelanggaran yang dilakukan antara lain alih fungsi lahan sawah dilindungi (LSD), pembangunan di area lanskap budaya yang masuk kawasan UNESCO, serta merusak integritas visual kawasan.

Pelanggaran ini dinilai sangat berisiko terhadap status WBD Jatiluwih, yang berpotensi dicabut oleh UNESCO jika tidak segera ditindaklanjuti.

“Perlindungan kawasan Warisan Budaya Dunia bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral kita kepada generasi mendatang dan komunitas internasional,” ujar Supartha.

Solusi Penataan dan Perlindungan Petani

Dalam pertemuan tersebut, DPRD Bali belum mengambil keputusan terkait nasib ke-13 pelaku usaha, namun telah mulai menyusun konsep solusi yang berpihak pada kesejahteraan petani sekaligus menjaga kelestarian kawasan.

Salah satu solusi yang diajukan adalah penataan rumah-rumah penduduk menjadi penginapan yang sesuai standar internasional.

Selain itu, pemerintah daerah dan DPRD juga mendorong pengembangan restoran kuliner lokal yang higienis, wisata berbasis aktivitas pertanian, serta pembangunan di zona-zona yang diperbolehkan sesuai ketentuan yang ketat.

Wakil Bupati Tabanan, I Made Dirga, mengakui bahwa pelanggaran tersebut memang terjadi, namun menyoroti persoalan ketimpangan manfaat yang diterima oleh petani lokal dari status WBD.

"Kalau ngomong hasil pertanian di Jatiluwih, tentunya perlu diketahui bahwa Jatiluwih itu enak dipandang tetapi hasilnya sangat jauh daripada yang sebenarnya harapan kita," ia mengungkapkan.

Dirga menambahkan bahwa kondisi geografis Jatiluwih membuat hasil panen tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan petani, sehingga banyak dari mereka memilih membuka usaha akomodasi atau restoran untuk menambah penghasilan.

Pemkab Tabanan juga meminta solusi konkret dari pemerintah provinsi dan DPRD agar status WBD tidak hilang, mengingat peringatan dari UNESCO sudah diterima.

Jika status WBD dicabut, maka kawasan subak bertingkat yang menjadi ikon Jatiluwih bisa kehilangan daya tariknya sebagai destinasi wisata internasional.

Penulis :
Arian Mesa