
Pantau - Badan Geologi mencatat sejumlah kota besar di Pulau Jawa mengalami penurunan muka tanah lebih dari 5 sentimeter per tahun, termasuk wilayah pesisir dan dataran tinggi seperti Bandung.
Penurunan Muka Tanah Terjadi di Bandung, Jakarta, Semarang hingga Surabaya
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi, Agus Cahyono Adi, mengungkapkan bahwa Bandung Raya mengalami penurunan permukaan tanah akibat sejumlah faktor.
Faktor penyebab penurunan di antaranya adalah aktivitas industri masif, tanah lunak dan sedimen muda, urbanisasi, beban bangunan, serta eksplorasi air tanah yang berlebihan.
"Penurunan muka tanah multifaktor. Wilayah Bandung ini kan terbentuk dari danau purba ya, jadi endapan sedimennya relatif lebih labil daripada daerah yang terbentuk dari bekuan lava yang lebih kuat," jelasnya.
Agus menegaskan bahwa faktor geologi seperti kondisi tanah tidak bisa ditanggulangi, namun penggunaan air tanah masih dapat dikendalikan.
"Faktor alam tidak bisa (dikendalikan), yang bisa dikendalikan adalah mengurangi penggunaan air tanah," tambahnya.
Selain Bandung, wilayah lain yang mengalami penurunan tanah lebih dari 5 cm per tahun adalah:
Jakarta Utara
Semarang (Genuk, Tanjung Mas, Kaligawe)
Sayung, Demak
Pesisir Pekalongan
Surabaya Timur dan Utara
Rob Permanen hingga Hilangnya Daratan Jadi Ancaman Nyata
Plt Kepala Badan Geologi Lana Saria menambahkan bahwa penyebab penurunan tanah mencakup endapan muda, tanah lunak, eksploitasi air tanah, beban bangunan, dan urbanisasi.
Kombinasi antara penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut akibat pemanasan global berpotensi menyebabkan:
Banjir dan rob permanen
Kerusakan infrastruktur
Turunnya kualitas hidup dan kesehatan
Kerugian ekonomi
Kehilangan wilayah daratan
"Serta kerugian ekonomi akibat meningkatnya biaya perbaikan bangunan dan infrastruktur pada daerah terdampak dan hilangnya wilayah daratan," ujarnya.
Penurunan tanah atau land subsidence ini dikategorikan sebagai bencana jangka panjang yang berisiko tinggi terutama di wilayah perkotaan, industri, dan permukiman padat.
Di wilayah pesisir utara Jawa, seperti Jakarta dan Semarang, daratan bahkan sudah berada sejajar atau lebih rendah dari muka laut, menyebabkan hilangnya sebagian wilayah dari peta.
"Banjir rob meluas di Jakarta Utara, Kabupaten dan Kota Pekalongan, Kota Semarang, dan Kabupaten Demak," ungkap Badan Geologi.
Tanda-tanda tanah amblas dapat dikenali dari perubahan garis pantai, pembangunan tanggul laut, dan intensitas pemompaan banjir.
Penurunan di Jakarta Mulai Melandai, Tapi Risiko Masih Tinggi
Untuk Jakarta, Badan Geologi mencatat adanya pelandaian penurunan tanah di cekungan air tanah.
Pengukuran GPS pada 2015–2023 menunjukkan penurunan tanah di Jakarta berada di kisaran 0,05–5,17 cm per tahun.
Sejak 2020, penurunan tanah di ibu kota relatif tidak terlihat, berbeda dengan periode 1997–2005 yang menunjukkan penurunan antara 1–20 cm per tahun.
Namun, laporan World Economic Forum (WEF) pada November lalu menyebut bahwa beberapa wilayah Jakarta mengalami amblesan hingga 28 cm, dengan laju penurunan 10–20 kali lebih cepat dari kenaikan muka lautnya.
WEF juga menyebut Jakarta dan Semarang sebagai kota yang sedang tenggelam.
- Penulis :
- Gerry Eka







