Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Gerakan Sekolah Menyenangkan Serukan Penataan Ulang Pendidikan agar Tidak Terjebak dalam Teknisme Kecerdasan Buatan

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Gerakan Sekolah Menyenangkan Serukan Penataan Ulang Pendidikan agar Tidak Terjebak dalam Teknisme Kecerdasan Buatan
Foto: (Sumber: Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengingatkan pemangku kebijakan agar sektor pendidikan di Indonesia tidak mengabaikan fondasi kemanusiaan dan terjebak pada perbaikan teknis semata. ANTARA/HO-Gerakan Sekolah Menyenangkan.)

Pantau - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengingatkan para pemangku kebijakan untuk tidak membiarkan pendidikan di Indonesia terjebak dalam perbaikan teknis semata dan mengabaikan fondasi kemanusiaan, terutama di tengah berkembangnya kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Founder GSM, Muhammad Nur Rizal, menyampaikan bahwa persoalan utama dalam era teknologi bukan pada keberadaan AI, tetapi pada kecenderungan manusia menyerahkan proses berpikir sepenuhnya kepada mesin.

“AI kecerdasan buatan bukan masalah utamanya. Masalahnya adalah ketika manusia menyerahkan proses berpikir kepada mesin, padahal mesin belajar dari data masa lalu manusia, termasuk bias dan kesalahan kita,” ungkapnya.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam Forum Ngkaji Pendidikan bertema Human & Education Reset yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Sabtu, 20 Desember.

Krisis Etika di Tengah Kecanggihan Teknologi

Dalam forum tersebut, Muhammad Nur Rizal menyoroti fenomena paradoxical world, yakni kondisi ketika manusia hidup dalam era teknologi canggih, namun justru semakin mengabaikan data, sains, dan etika dalam pengambilan keputusan publik.

Ia menilai bahwa kondisi ini terjadi karena pendidikan terlalu fokus pada adaptasi teknologi dan mengabaikan penguatan kapasitas berpikir manusia secara utuh.

Pendidikan dinilai tidak lagi melatih manusia untuk berpikir jernih, membaca realitas secara kritis, dan mengambil keputusan secara etis.

Akibatnya, muncul ketimpangan antara kecerdasan teknis dan kebijaksanaan moral, yang dinilai berisiko menyiapkan krisis sosial di masa depan.

“Jika pendidikan terus mencetak manusia pintar tetapi tidak bijak, kita tidak sedang membangun masa depan, melainkan menyiapkan krisis berikutnya,” tegasnya.

Dorongan Education Reset Melalui Pendekatan Liberal Arts

Muhammad Nur Rizal menekankan perlunya education reset atau penataan ulang sistem pendidikan nasional.

Penataan tersebut menurutnya harus dilakukan dengan mengadopsi pendekatan liberal arts, bukan sebagai mata pelajaran tambahan, melainkan sebagai kerangka berpikir.

“Liberal arts bukan kurikulum Barat atau mata pelajaran tambahan. Ia adalah alat untuk memulihkan manusia dalam berpikir, merasa, dan bertindak,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa pendidikan saat ini telah kehilangan dua alat berpikir penting.

Yang pertama adalah logika, bahasa, dan retorika.

Yang kedua adalah rasa keteraturan alam, numerik, dan harmoni alam.

Tanpa kedua alat tersebut, pendidikan hanya akan melahirkan manusia yang cerdas secara teknis namun rapuh secara moral.

Gagasan tersebut, menurutnya, sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang melihat pendidikan sebagai proses menuntun manusia menjadi utuh dan merdeka, bukan sekadar terampil.

Penulis :
Gerry Eka