
Pantau.com - Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut bahwa dirinya kerap mendapat hujatan pada saat kasus hoax Ratna Sarumpet mencuat kepermukaan.
Cacian dan makian itu kerap diterimanya di media sosial Twitter. Bahkan, hal itu harus diterimanya sebelum Ratna mengaku kepada publik jika dirinya berbohong, atau tepatnya pada 2 Oktober 2018.
"Ada perdebatan di Twitter sebelum konpers Ratna. Bahkan tanggal 2 pagi sudah banyak informasi berseliweran menyerang dan macam-macam," ucap Dahnil saat bersaksi di sidang kasus berita hoax Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2019).
Baca juga: Jaksa Hadirkan Dahnil Anzar Saksi Persidangan, Ratna : Tidak Nyambung!
"Makian kepada saya tapi lebih banyak daripada tuduhan kepada Bu Ratna," sambung Dahnil.
Meski demikian, lanjut Dahnil, dirinya tak ambil pusing hujatan yang ditujukan kepadanya itu. Sebab, Dahnil menganggap pro kontra di media sosial merupakan suatu hal yang biasa. Mengingat kondisi pada saat itu sedang dalam masa Pemulihan Umum.
"Ya itu bagi kami hal biasa saja, tweet war itu biasa saja. Kita nikmati saja perdebatan seperti itu," kata Dahnil.
Usai pedebatan itu, kata Dahnil, kebohongan Ratna Sarumpet pun terungkap ketika konferensi pers berlangsung di kediamannya yang berada di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur tanggal, 3 November 2018.
Baca juga: Dahnil Sebut Kabar Penganiayaan Ratna Disampaikan Saat Pertemuan BPN
Bahkan, Dahnil menyebut bahwa dirinya dan anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) lainnya merasa kaget lantaran mendengar pernyataan Ratna Sarumpaet.
"Ya kaget, kami nggak memperkirakan tentuk kami percaya dengan dedikasi dan komitmen beliau kepada HAM dan keadilan. Terus terang kami kaget," cetus Dahnil.
Dalam perkara itu, Ratna dijerat Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 46 tentang Peraturan Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Indivasi dan Transaksi Elektronik. Ratna terancam hukuman 10 tahun penjara.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi