
Pantau.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal polemik sistem penganggaran DKI Jakarta melalui sistem elektronik atau "e-budgeting".
Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan, sistem e-budgeting tidak bisa tiba-tiba. Harus melewati proses e-planning.
"Kalau kita sudah tahu 'e-planning' kan pertama visi misi diterjemahkan pada 'e-planning'. Jadi 'e-planning' sendiri ada yang lima tahun, ada yang tahunan di situ targetnya sudah jelas," ucap Agus di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Baca juga: Anies: Kelemahan e-Budgeting itu Dikoreksi, Bukan Malah Diramaikan
Meski begitu menurutnya, manfaat "e-planning" maupun sistem "e-budgeting" bisa memberikan akses terhadap masyarakat untuk mengetahui soal belanja anggaran tersebut.
"Sebenarnya 'e-planning', 'e-budgeting' itu memberikan akses pada masyarakat tahu apa yang dilakukan oleh baik kementerian atau daerah. Jadi, kalau anda tahu misalkan kementerian A itu apa yang mau dicapai kemudian sampai detil seperti itu anda kan kemudian tahu, loh ini kok beli barang seperti ini. Ini kalau terbuka rakyat kan bisa menilai," kata Agus.
Agus pun menyatakan bahwa seharusnya antara "e-planning" dan "e-budgeting" itu harus ada kesinkronan.
"Sebetulnya 'e-budgeting' itu kan apa yang mau dicapai tiap tahun itu kemudian diterjemahkan melalui 'budget'. Memang detil, memang sampai yang namanya beli alat tulis tetapi kemudian kan tidak seperti itu, masa beli lem aibon sampai sebesar itu. Pasti tidak, pasti itu ada kesalahan tetapi untuk mencapai sesuatu apa itu mestinya jelas. Jadi hubungan antara 'e-planning' dan 'e-budgeting' harus jelas," ucap Agus.
Baca juga: Anies Sebut e-Budgeting Tidak Smart, Ahok: Itu Baik Kalau Nggak Niat Maling
Soal ketidaksinkronan terkait "e-planning" dan "e-budgeting" di DKI Jakarta, Agus mengaku, KPK belum melihat sejauh itu.
"Saya belum melihat sejauh itu tetapi kalau kita melihat, beli aibon sebesar itu pasti ada kesalahan yang mereka tidak melihat perencanaannya," ucap Agus.
- Penulis :
- Lilis Varwati