
Pantau - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X merespon komentar Ade Armando soal politik dinasti di Yogyakarta.
Sultan menyatakan, dirinya hanya menjalankan amanat dalam Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta.
"Kalau (sistem pemerintahan) di Yogyakarta dianggap dinasti, ya diubah saja undang-undangnya," kata Sultan di Yogyakarta, Senin (4/12/2023).
Sebelumnya, Ade Armando, menyinggung gerakan mahasiswa di Yogya yang memprotes politik dinasti Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan majunya Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dalam videonya di media sosial, ia mengatakan seharusnya yang dilawan mahasiswa di Yogya itu adalah sistem dinasti di sana karena gubernurnya tidak memimpin dengan terpilih melalui pemilihan umum (Pemilu), tapi karena faktor keturunan.
Sultan mengatakan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini berlandaskan Undang Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.
"Dalam undang undang keistimewaan itu mengamanatkan, Gubernur adalah Sultan (bertahta) dan Wakil Gubernur paku alam (bertahta), kami hanya melaksanakan undang undang itu," kata Sultan.
"Jadi kalau mau dikatakan dinasti atau tidak, terserah dari mana masyarakat mau melihatnya," lanjutnya.
Dalam pasal 18 hingga pasal 26 Undang Undang Keistimewaan itu mengatur mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bukan melalui pemilihan umum melainkan penetapan.
Dengan syarat gubernur dan wakil gubernur diisi oleh mereka yang menjabat sebagai Sultan Hamengku Buwono (Raja Keraton Yogyakarta) dan wakil gubernur dijabat oleh Adipati Paku Alam (Raja Pura Pakualaman Yogyakarta).
Selain itu, dalam Undang-Undang itu juga mengatur Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak boleh tergabung dengan partai politik mana pun.
- Penulis :
- Aditya Andreas