
Pantau - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengkritik pernyataan Kemendikbudristek yang dinilai dapat melukai perasaan masyarakat dan meredupkan impian anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Ubaid menyatakan, pernyataan Dirjen Diktiristek yang menyebut pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier adalah kesalahan besar.
"Jika pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier dan negara lepas tangan soal pembiayaan, bagaimana dengan nasib pendidikan dasar dan menengah yang merupakan kebutuhan primer? Apakah pemerintah sudah sepenuhnya membiayai?" ujarnya dalam keterangan pers, Jumat (17/5/2024).
Menurut Ubaid, pembiayaan pendidikan dasar dan menengah saat ini masih dilakukan dengan skema bantuan operasional sekolah (BOS) dan bukan pembiayaan penuh. Hal ini menyebabkan masih tingginya angka anak tidak sekolah (ATS).
Berdasarkan data BPS 2023, ATS ditemukan di setiap jenjang: SD (0,67%), SMP (6,93%), dan SMA/SMK (21,61%). JPPI memperkirakan populasi ATS ini mencapai lebih dari 3 juta anak.
Ubaid menilai, faktor utama penyebab ATS ini adalah masalah ekonomi, di mana kemampuan untuk membayar biaya sekolah menjadi kendala.
"Sekolah di Indonesia hari ini masih berbayar, dan pendidikan bebas biaya seperti yang diamanahkan oleh UUD 1945 Pasal 31 dan UU Sisdiknas Pasal 34, masih sebatas retorika," tegasnya.
Ia memaparkan, kondisi pendidikan tinggi lebih memprihatinkan lagi. Data BPS Maret 2023 menunjukkan hanya 10,15% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi.
Ubaid menilai, akses yang sangat kecil ini disebabkan oleh biaya yang mahal, terlebih lagi dengan anggapan pemerintah bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier.
JPPI menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, sebagai barang publik (public good) dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, terutama di Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
"Pendidikan adalah kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi. Amanah ini jelas termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang menyatakan bahwa salah satu tujuan utama berdirinya NKRI adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," ujarnya.
Ubaid menekankan, pemerintah sebagai pengemban amanah konstitusi harus bertanggung jawab penuh menyediakan layanan pendidikan tinggi agar setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama dalam mengaksesnya.
“Dalam rangka menuju bangsa yang cerdas dan berdaya saing global, pendidikan hingga SMA/SMK saja tidak cukup. Anak-anak Indonesia harus bisa mendapatkan layanan pendidikan hingga perguruan tinggi," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas