
Pantau - Ketua Halal Center Nusantara (HCN), Hendryk, angkat suara terkait permasalahan Roti Okko yang viral karena diduga mengandung zat pengawet berbahaya, sodium dehydroacetate yang biasanya ditemukan dalam kosmetik.
Hendryk meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bertanggung jawab atas kasus tersebut.
"Sebab, ini sangat berbahaya bagi tubuh manusia, terutama bagi mereka yang telah mengkonsumsi makanan tersebut dalam jumlah banyak," ujar Hendryk kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Hendryk menegaskan, seharusnya BPOM, sebagai pihak yang awal menerbitkan surat izin edar produk makanan, harus lebih teliti dalam meneliti kandungan zat berbahaya dalam makanan.
Ia menjelaskan, selain BPOM, Dinas Kesehatan juga harus bertanggung jawab karena telah mengeluarkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
"Kasus ini menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan terhadap lembaga sertifikasi yang ada. Beruntung media sosial saat ini berperan penting sehingga masalah ini menjadi viral, jika tidak, berapa banyak korban lagi yang nantinya akan jatuh," ujarnya.
Hendryk juga mengkritik BPJPH Kementerian Agama yang dinilai kecolongan dalam mengeluarkan sertifikasi halal untuk Roti Okko.
Ia menjelaskan, untuk mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH, para pelaku usaha harus melampirkan persyaratan yang mencakup surat izin edar dari BPOM dan SLHS dari Dinas Kesehatan.
"Jika proses penelitian yang dilakukan BPOM dan Dinas Kesehatan itu benar, maka masalah seperti ini tidak akan terjadi," kata Hendryk.
Hendryk mendesak tindakan tegas dari BPJPH yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan produk halal di Indonesia.
"Pertama, mencabut izin LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang telah mengeluarkan sertifikasi halal untuk Roti Okko," tegasnya.
Jika tidak, lanjutnya, hal ini akan menjadi masalah besar ke depan dan mencoreng nama BPJPH dan Kementerian Agama.
"Kedua, lakukan verifikasi ulang terhadap produk-produk yang telah mendapatkan sertifikat halal BPJPH dengan sidak lapangan tiba-tiba di lokasi proses produksi, agar kejadian serupa tidak terulang kembali dan merugikan rakyat Indonesia," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Khalied Malvino