billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Olahraga

Sejarah Buruk Badminton Terulang, Begini Tanggapan Christian Hadinata

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Sejarah Buruk Badminton Terulang, Begini Tanggapan Christian Hadinata
Foto: Direktur Teknik Tim Ad Hoc Olimpiade, Christian Hadinata. (foto: PB Djarum)

Pantau - Tim Badminton Indonesia kembali mengulang sejarah buruk Olimpiade 2012 di ajang Olimpiade 2024. Kali ini, tradisi emas yang diharapkan gagal tercapai, Indonesia hanya membawa pulang medali perunggu. 

Padahal, harapan besar sempat muncul jauh sebelum Olimpiade, terutama setelah sektor ganda putra dan tunggal putra mengukir sejarah di All England 2024.

Pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto sukses meraih gelar juara back-to-back di turnamen super 1000 tertua tersebut. 

Selain itu, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting mencetak sejarah dengan mengadakan All Indonesian final di nomor tunggal putra All England.

Namun, prestasi gemilang tersebut tidak berlanjut di turnamen-turnamen berikutnya. Hasil mengecewakan paling mencolok terlihat di Indonesia Open, di mana tidak ada satu pun pemain Indonesia yang mampu menembus hingga final, meski turnamen tersebut digelar di tanah air.

Kondisi ini menimbulkan keraguan mengenai nasib bulutangkis Indonesia di Olimpiade Paris 2024, terutama mengingat atlet-atlet yang tampil sebagian besar adalah proyeksi Olimpiade. 

Pada akhirnya, keraguan tersebut terbukti benar. Atlet Indonesia berguguran satu per satu tanpa ada yang mencapai final Olimpiade Paris.

Dari dua sektor yang diharapkan meneruskan tradisi emas, yakni tunggal putra dan ganda putra, hanya satu medali perunggu yang berhasil diraih oleh Gregoria Mariska Tunjung di nomor tunggal putri.

Atas kegagalan tersebut, Direktur Teknik Tim Ad Hoc Olimpiade, Christian Hadinata menyampaikan pandangannya. 

"Waktu prestasi sebelumnya di All England, kita menaruh harapan besar di dua nomor itu, tunggal putra dan ganda putra," kata Christian, Rabu (7/8/2024).

"Tapi setelah All England itu kecenderungannya menurun. Pertanyaan besar adalah, bisakah mereka mengangkat kembali performa seperti di All England? Minimal bisa mempertahankan level yang tinggi," lanjutnya.

Christian menekankan pentingnya menjaga performa agar tidak terlalu drop. Paling tidak, menurutnya, minimal bisa mencapai semifinal atau final di turnamen selanjutnya.

"Sayang sekali, setelah sekian lama ada satu start luar biasa di All England, momentum bagus untuk Olimpiade ini tidak bisa dimanfaatkan," ujar Christian.

"All England bukan turnamen sembarangan. Semua pemain top dunia yang akan dihadapi di Olimpiade ikut di sana. Mestinya performa puncak bisa dipertahankan, karena mengangkat kembali setelah drop sangat sulit," tutupnya.

Penulis :
Aditya Andreas

Terpopuler