billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Olahraga

Rudianto Manurung dan Kebangkitan Sepak Takraw dari Tanah Melayu

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Rudianto Manurung dan Kebangkitan Sepak Takraw dari Tanah Melayu
Foto: Rudianto Manurung. (Dok/ Istimewa)

Pantau - Tepuk tangan panjang menggema di ballroom Hotel Alpha, Pekanbaru. Musyawarah Provinsi Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) Riau resmi mengukuhkan Rudianto Manurung sebagai ketua periode 2025–2029. Ia terpilih aklamasi—tanpa voting, tanpa perdebatan.

Rudianto berdiri di podium, jasnya sederhana. “Empat tahun kemarin belum menghasilkan apa-apa,” ucapnya tenang. Kalimat itu mencerminkan sikap reflektif, bukan retoris. Ia menilai kepemimpinan bukan ruang klaim, melainkan mandat pengabdian.

Di luar forum resmi, Rudianto lebih sering turun langsung. Ia berbincang dengan pelatih, memeriksa bola rotan, hingga duduk di bangku penonton memantau latihan.

“Kalau mengurus sepak takraw Riau menjadikan saya miskin, tak apa-apa,” katanya kepada pengurus. Pernyataan itu bukan hiperbola. Ia kerap memakai dana pribadi untuk transportasi, penginapan, dan perlengkapan atlet.

Revitalisasi dari Akar Daerah

Ketika pertama kali memimpin PSTI Riau pada 2021, organisasi itu nyaris stagnan. Turnamen sepi, pembinaan mandek, dan struktur kepengurusan tidak aktif. Rudianto Manurung memilih memulai dari akar—membangun kembali dari kabupaten.

Ia menyambangi Rokan Hulu, Bengkalis, dan Indragiri Hilir. Ia menghidupkan semangat pelatih dan atlet. “Kalau bukan kita yang merawat, siapa lagi?” katanya. Bagi Rudianto, sepak takraw bukan sekadar olahraga. Ia adalah warisan budaya Melayu yang memuat nilai komunal dan disiplin.

Langkah-langkah kecil seperti pembinaan usia dini, kompetisi lokal, dan kolaborasi dengan KONI serta Dispora mulai menampakkan hasil. Dua tahun kemudian, Riau masuk jajaran provinsi penyumbang atlet nasional terbanyak.

Nama seperti Muhammad Hafiz dan Wan Annisa lahir dari pembinaan itu. Mereka membawa pulang medali emas, perak, dan perunggu di SEA Games 2023, Kamboja.

“Anak-anak Riau bisa bersaing di level Asia Tenggara,” ujar Rudianto Manurung. Ia menilai keberhasilan itu lahir dari sistem pembinaan berkelanjutan, bukan kebetulan.

Integritas dan Kepemimpinan Altruistik

Prestasi itu membuat namanya mencuat. Namun Rudianto Manurung tetap rendah hati. “Saya hanya melanjutkan perjuangan orang-orang yang lebih dulu mencintai takraw,” ujarnya.

Gaya kepemimpinannya mengutamakan nilai altruistik—keikhlasan memberi tanpa pamrih. Sikap itu menumbuhkan kepercayaan antarpengurus. Menjelang Musyawarah Nasional PB PSTI, dukungan agar ia naik ke level nasional semakin kuat.

“Beliau punya kerja nyata, bukan hanya pidato,” kata seorang pengurus KONI Sumatra Barat. Data internal menyebut dukungan Pengprov bagi Rudianto telah menembus 50 persen suara nasional.

Kendati begitu, ia tetap tenang. Di lingkaran kecilnya, Rudianto mengutarakan cita-cita lebih besar: membawa sepak takraw Indonesia menjuarai Kejuaraan Dunia ISTAF dan King’s Cup—turnamen prestisius di bawah Federasi Sepaktakraw Internasional.

Manajemen Transparan dan Visi Nasional

Di bawah kepemimpinannya, PSTI Riau menjalankan tata kelola terbuka. Setiap pengurus memiliki fungsi jelas, setiap rupiah tercatat transparan. Ia membangun sistem berbasis meritokrasi dan akuntabilitas.

Jika dipercaya memimpin PSTI nasional, Rudianto sudah menyiapkan rancangan teknokratis: memperkuat pelatnas berbasis kinerja, menggandeng sponsor jangka panjang, dan menyejahterakan atlet.

“Sepak takraw bukan olahraga kecil. Ini warisan budaya yang bisa jadi kebanggaan bangsa,” tegasnya.

Ia menilai Indonesia, salah satu asal tradisi takraw, tidak boleh sekadar jadi penonton. “Kalau anak-anak Riau bisa juara di Asia Tenggara,” ujarnya, “anak-anak Indonesia bisa juara dunia.”

Sumpah di Lapangan Malam

Suatu malam usai rapat, Rudianto duduk di tepi lapangan PSTI Riau. Lampu sorot menimpa bola rotan yang berputar. Beberapa remaja masih berlatih, tertawa saat bola jatuh. Ia memandangi mereka lama.

“Kalau nanti ada di antara mereka berdiri di podium dunia, itu sudah cukup bagi saya,” katanya.

Mungkin tak semua pengorbanannya akan tercatat, tetapi bagi Rudianto, sepak takraw bukan urusan penghargaan pribadi. Ia menyalakan api pembinaan untuk masa depan olahraga Melayu itu.

Jika Munas PSTI kelak mencari figur yang bekerja senyap tanpa panggung, barangkali jawabannya ada di lapangan kecil itu—bersama pria yang berjanji siap miskin demi sepak takraw Riau.

Namanya Rudianto Manurung.

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Khalied Malvino