
Pantau.com - Sejak dulu politik kerap menjadi alat untuk berkuasa dan mempengaruhi satu sama lain. Berbeda pandangan saja, bisa menjadi ancaman dan berujung sebuah pelarangan di masa depan.
Indonesia pernah memiliki sejarah berdarah yang disebut Gerakan 30 September atau G30S/PKI. Dimana tujuh jenderal TNI diculik dan dibantai pada 1965, kaum komunis alias PKI dituding melakukan gerakan senyap itu.
Sebelumnya, politik berhaluan kiri ini pernah begitu berjaya dan lekat di sepakbola Indonesia. Bahkan ketika pensiun dari si kulit bundar, ada yang bergabung menjadi calon legislatif dari PKI.
Baca juga: Infografis 5 Negara yang Setia Menganut Ideologi Komunis
Tak jauh berbeda dengan kondisi saat ini, dalam satu dekade ini PSSI -induk dari federasi sepakbola Indonesia- dipegang oleh para politikus. Sebut saja, Nurdin Halid yang menjabat Ketua DPP Golkar, atau Edy Rahmayadi yang saat ini menjadi Gubernur Sumatera Utara.
Tentunya fenomena politik dalam sepakbola menjadi kebiasaan dan ada berbagai kisah di dalamnya. Namun, bagaimana keadaan olahraga si kulit bundar ini ketika PKI berkuasa. Berikut rangkuman Pantau.com terkait jejak komunisme dalam sepakbola Indonesia yang dinukil dari Football Tribe.1. Pemain Timnas Indonesia yang Gabung PKI
Penggawa Timnas Indonesia zaman dulu. (Foto: Sportskeeda)
Pesepakbola Indonesia yang menyebrang menjadi politikus berhaluan kiri mungkin mustahil ditemukan di Indonesia pada masa kini. Sebab, PKI sudah menjadi partai terlarang di republik ini.
Ketika PKI masih menjadi kekuatan politik yang dominan, beberapa pesepakbola masa lalu terang-terangan berminat pada politik haluan kiri ini. Sejarah mencatat, ada mantan pemain timnas yang bergabung dengan PKI, yaitu Ramlan.
Diketahui, Ramlan maju sebagai salah satu calon legislatif dari PKI pada pemilu pertama tahun 1955. Banyak yang beranggapan PKI memanfaatkannya sebagai cara untuk meraih dukungan di pemilu.
Maklum saja, sepakbola merupakan olahraga rakyat, kisah ini pernah dimuat di koran Harian Rakjat terbitan 29 September 1955. PKI pun sukses masuk empat besar partai dengan raihan suara terbanyak di Pemilu 1955.
2. Ketua PSSI Simpatisan Komunis
Ketua Umum PSSI, R, Maladi. (Foto: Istimewa)
Lima tahun sebelum pemilu 1955, ketua PSSI, R. Maladi, juga disebut-sebut merupakan simpatisan komunis.
Bahkan pemilihan Muladi sebagai ketum PSSI disebut-sebut adalah cara untuk mempermulus politik luar negeri Indonesia di bawah Soekarno yang saat itu menerapkan Poros Jakarta-Peking.
3. Kedekatan dengan Uni Soviet
Presiden Soekarno bersama PM Uni Soviet, Nikita Khrushchev (Foto: LIFE/John Dominis)Pada masa lalu, PKI pernah secara khusus mengundang salah satu tim raksasa Uni Soviet -kini Rusia- Lokomotiv Moscow, untuk bermain di Indonesia. Klub tersebut bahkan bertanding melawan klub-klub seperti Persebaya, Persija, dan PSMS.
Datangnya Lokomotiv tak terlepas dari kedekatan PKI dengan Uni Soviet yang saat itu merupakan pusat kekuatan komunisme dunia. Tak hanya PKI yang dekat dengan Uni Soviet. Presiden Indonesia pada masa itu, Soekarno, juga memiliki hubungan mesra dengan Soviet.
Kedekatan Soekarno pada kekuatan komunis dunia itu pun berujung pada perwujudan mimpi besar Soekarno terhadap kebangkitan olahraga Indonesia. Di depan Soviet, Soekarno menyampaikan gagasan mengenai pembuatan stadion olahraga termegah di dunia untuk Asian Games IV.
Uni Soviet menyanggupi permintaan Soekarno dan memberikan pinjaman uang sebesar 12,5 juta dolar AS (Rp178 miliar) untuk pembangunan stadion sepakbola yang saat ini kita kenal dengan nama Stadion Utama Gelora Bung Karno.
4. Impor Pelatih Berhaluan Kiri
Antun Pogacnik. (Foto: Istimewa)
Timnas Indonesia pada masa lalu pernah dijuluki Macan Asia. Skuad berjuluk Garuda itu pernah merebut medali perunggu Asian Games 1958 di Tokyo, Jepang. Sosok pelatih yang berjasa kala itu adalah Antun 'Toni' Pogacnik. Ia merupakan mantan gelandang legendaris Timnas Yugoslavia.
Ketika melatih Indonesia, timnas mampu tembus ke semifinal Asian Games 1954 di Manila. Indonesia di bawah asuhannya juga pernah menahan imbang Uni Soviet pada Olimpiade 1956 di Melbourne. Puncaknya, Timnas Indonesia meraih medali perunggu di Asian Games 1958. Bahkan, Pogacnik hampir membawa skuad Garuda ke Piala Dunia 1958 di Swedia.
Akhirnya terkuak, perekrutan Toni Pogacnik bermula dari ketertarikan ketua PSSI era 1950-an, R. Maladi. Dalam artikel di Tabloid Bola, 21 Agustus 2018, R. Maladi disebut kepincut dengan permainan Timnas Yugoslavia di Olimpiade 1952 di bawah asuhan Pogacnik.
Maladi dikabarkan terbang langsung ke Yugoslavia untuk merayu Tony. Demi mempermudah proses ini, R. Maladi juga melapor ke Presiden Soekarno. Kebetulan, Soekarno memiliki hubungan yang harmonis dengan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito.
- Penulis :
- Kontributor RZS