Pantau Flash
HOME  ⁄  Otomotif

Marak Kecelakaan Truk, Pemerintah Diminta Perketat Pelatihan Sopir

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Marak Kecelakaan Truk, Pemerintah Diminta Perketat Pelatihan Sopir
Foto: Ilustrasi kecelakaan Truk (dok. istimewa)

Pantau - Tingginya angka kecelakaan truk di Indonesia kembali memicu seruan agar pemerintah memperketat pelatihan bagi sopir angkutan barang. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, diperlukan sistem pendidikan formal seperti sekolah mengemudi khusus untuk meningkatkan kualitas dan keselamatan pengemudi truk.

"Setiap hari ada kecelakaan yang melibatkan truk. Meski jumlah truk lebih kecil dibanding kendaraan bermotor lainnya, kecelakaan truk menempati urutan kedua setelah sepeda motor. Ini menandakan tata kelola transportasi logistik di Indonesia masih buruk," ujar Djoko, Jumat (15/11/2024).

Menurut Djoko, kecelakaan yang melibatkan truk sering kali disebabkan oleh kurangnya keterampilan sopir dan lemahnya pengawasan keselamatan. Saat ini, calon sopir truk biasanya belajar secara informal melalui pemagangan tanpa pelatihan khusus.

Djoko mengusulkan agar pemerintah mendirikan sekolah mengemudi untuk sopir truk, mirip dengan pelatihan formal yang wajib diikuti oleh pilot, masinis, atau nakhoda kapal.

Baca Juga:
Truk Listrik Mitsubishi Fuso eCanter Hemat 28% Biaya, PT Yusen Logistics Pionir di Indonesia
 

"Pemerintah perlu membuat sekolah khusus untuk calon pengemudi angkutan umum dan logistik. Ini sesuai dengan amanah Pasal 77 Ayat 4 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yang mewajibkan calon pengemudi mengikuti pendidikan dan pelatihan sebelum mendapatkan SIM umum," jelasnya.

Djoko menekankan, sekolah ini harus menjadi syarat utama bagi siapa pun yang ingin mendapatkan SIM untuk kendaraan berat. Bagi sopir yang sudah memiliki SIM, pelatihan tambahan terkait keselamatan dan perilaku berlalu lintas harus diwajibkan.

Djoko juga menyoroti pentingnya menetapkan standar usia dan pendidikan minimal bagi calon sopir truk. Ia mencontohkan aturan dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 yang menetapkan bahwa sopir angkutan umum harus berusia minimal 22 tahun dan memiliki pendidikan setara SMTA.

"Standar ini penting untuk memastikan calon pengemudi tidak hanya memiliki keterampilan teknis, tetapi juga mampu memahami aturan dan tanggung jawab mereka di jalan," tambahnya.

Djoko menyarankan agar Kementerian Perhubungan dan Polri berkoordinasi dalam merancang dan menyelenggarakan sekolah ini. Ia juga mengusulkan agar biaya pelatihan ditanggung negara untuk meringankan beban calon sopir, terutama yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

"Investasi di bidang pelatihan ini akan menghasilkan dampak positif berupa pengurangan kecelakaan, peningkatan keselamatan, dan efisiensi logistik yang lebih baik," pungkasnya.

Penulis :
Ahmad Ryansyah
Editor :
Khalied Malvino