
Pantau - Dalam islam, wanita yang sedang hamil memiliki ketentuan yang sama dengan orang yang sakit dalam hal boleh atau tidaknya meninggalkan puasa.
Wanita hamil tidak selamanya wajib berpuasa dan juga tidak selamanya boleh meninggalkan kewajiban puasanya. Hukum puasa Ramadan bagi wanita hamil tergantung pada kondisi kesehatan orang tersebut dan dugaan kuat akan dampak buruk yang bakal terjadi.
Diketahui bahwa wanita hamil secara umum memiliki tiga keadaan yang memiliki konsekuensi hukum yang berbeda terkait wajib tidaknya menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, sama seperti orang sakit.
Dilansir NU Online, dalam kitab Nihayah az-Zain Syarh Qurratul 'Ain dijelaskan secara ringkas tiga keadaan tersebut yaitu:
فللمريض ثلاثة أحوال: إن توهم ضرراً يبيح التيمم كره له الصوم وجاز له الفطر. وإن تحقق الضرر المذكور أو غلب على ظنه أو انتهى به العذر إلى الهلاك أو ذهاب منفعة عضو حرم الصوم ووجب الفطر، وإن كان المرض خفيفاً بحيث لا يتوهم فيه ضرراً يبيح التيمم حرم الفطر ووجب الصوم ما لم يخف الزيادة، وكالمريض الحصادون والملاحون والفعلة ونحوهم، ومثله الحامل والمرضع ولو كان الحمل من زنا أو شبهة
Artinya: “Bagi orang sakit terdapat tiga keadaan. Pertama, ketika ia menduga akan terjadi bahaya pada dirinya yang sampai memperbolehkan tayamum, maka makruh baginya berpuasa dan boleh baginya untuk tidak berpuasa. Kedua, ketika ia yakin atau memiliki dugaan kuat (dhann) akan terjadi bahaya atau uzur yang mengenainya akan berakibat pada hilangnya nyawa atau hilangnya fungsi tubuh, maka haram baginya berpuasa dan wajib untuk tidak berpuasa. Ketiga, ketika rasa sakit hanya ringan, sekiranya ia tak menduga akan terjadi bahaya yang sampai memperbolehkan tayamum, maka haram baginya tidak berpuasa dan wajib untuk tetap berpuasa selama tidak khawatir sakitnya bertambah parah. Sama halnya dengan orang yang sakit adalah petani, nelayan, buruh, perempuan hamil dan menyusui, meskipun kehamilan hasil dari zina atau wathi syubhat”
(Syekh Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Nawawi al-Bantani, Nihayah az-Zain Syarh Qurratul ‘Ain, juz 1, hal. 367)
Sementara itu, dalam kondisi wanita hamil, diperbolehkan tidak puasa dalam kondisi-kondisi tertentu. Dan terkait kewajiban mengganti puasanya terdapat dua perincian.
Baca juga:
Penentuan Awal Ramadan 2024 Versi Muhammadiyah, Gimana Caranya?
Jelang Ramadan, Arab Saudi Terapkan 8 Aturan Baru
Pertama, yaitu ketika wanita hamil khawatir terhadap kondisi fisiknya sekaligus kondisi kandungannya sehingga tidak berpuasa, maka ia hanya diwajibkan mengqadha’i puasanya saja.
Kedua, ketika wanita hamil hanya khawatir pada kondisi kandungannya sehingga tidak puasa, maka ia berkewajiban mengqadha’i puasanya sekaligus membayar fidyah.
Adapun dua perincian ini dijelaskan dalam Hasyiyah al-Qulyubi:
“Perempuan Hamil dan Menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada diri mereka, atau khawatir pada diri mereka dan bayi mereka (seperti yang diungkapkan dalam kitab Syarh al-Muhadzab), maka wajib mengqadha’i puasanya saja, tanpa perlu membayar fidyah, seperti halnya bagi orang yang sakit. Sedangkan ketika khawatir pada kandungan atau bayi mereka, maka wajib mengqadha’i puasa sekaligus membayar fidyah menurut qaul al-Adzhar” (Syihabuddin al-Qulyubi, Hasyiyah al-Qulyubi ala al-Mahalli, juz 2, hal. 76).
Secara detail, yang dimaksud dengan khawatir terhadap kondisi kandungan jika tetap berpuasa adalah kekhawatiran akan gugurnya kandungan jika seorang wanita hamil tetap menjalani ibadah puasa hingga selesai, hal ini disampaikan dalam kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibin:
والمراد بالخوف على الولد: الخوف على إسقاطه بالنسبة للحامل
“Yang dimaksud dengan ‘khawatir pada kandungan’ adalah khawatir gugurnya kandungan (apabila melanjutkan puasa) bagi orang yang sedang hamil” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatho, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 273).
Maka kesimpulannya, hukum melaksanakan puasa bagi wanita hamil adalah wajib. Namun kewajiban ini akan gugur tatkala ia memiliki dugaan (wahm) bahwa jika ia tetap berpuasa maka akan membahayakan terhadap kesehatannya, seperti akan bertambah sakit atau memburuknya kondisi fisik.
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani