Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Penentuan Awal Ramadan 2024 Versi Muhammadiyah, Gimana Caranya?

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Penentuan Awal Ramadan 2024 Versi Muhammadiyah, Gimana Caranya?
Foto: Foto: Masjid Istiqlal Jakarta

Pantau - Dalam menentukan awal Ramadan, Muhammadiyah menggunakan metode full hisab atau perhitungan astronomis dengan kondisi hilal atau bulan baru yang berada di bawah kriteria Nahdlatul Ulama dan pemerintah. Sehingga, Muhammadiyah kerap membuat perbedaan awal Ramadan hingga idulfitri.

Pengurus Pusat Muhammadiyah dalam konferensi pers yang berlangsung pada Januari lalu seperti dilansir CNN Indonesia Minggu (10/03/2024) menjelaskan bahwa penetapan ini berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Adapun hasil hitungan (hisab) menunjukkan tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada 10 Maret yakni (¢ = -07° 48' LS dan l= 110° 21' BT ) = +00° 56' 28''. Artinya, menurut Muhammadiyah, hilal sudah nampak.

Diketahui bahwa pada saat matahari terbenam 10 Maret, Bulan terhitung berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.

Lantas apa itu metode hisab hakiki wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah sebagai penentu awal Ramadan?

Baca juga:

Jelang Ramadan, Arab Saudi Terapkan 8 Aturan Baru
Sidang Isbat Awal Puasa Ramadan 2024 Digelar Sore Ini, Begini Tahapannya!

Dalam situs resmi Muhammadiyah yang dilansir CNN Indonesia, hisab hakiki berarti "mengacu pada gerak faktual Bulan di langit sehingga bermula dan berakhirnya bulan kamariah (berbasis peredaran Bulan) berdasarkan pada kedudukan atau perjalanan Bulan benda langit tersebut."

Metode ini digunakan karena perhitungan yang dilakukan terhadap peredaran Bulan dan Matahari menurut hisab ini harus "sebenar-benarnya dan setepat-tepatnya berdasarkan kondisi Bulan dan Matahari pada saat itu."

Sementara itu, diketahui kriteria hisab hakiki yang digunakan Muhammadiyah adalah wujudul hilal, dimana "Matahari terbenam lebih dahulu daripada Bulan meskipun hanya berjarak satu menit atau kurang."

Adapun yang mendasari ide tersebut adalah berasal dari pakar falak Muhammadiyah Wardan Diponingrat. Dengan dasarnya QS. Yasin ayat 39-40 dan juga hadis serta konsep fikih lainnya dibantu ilmu astronomi.

Hisab hakiki wujudul hilal memiliki beberapa syarat, berdasarkan pedoman Hisab Muhammadiyah menjelaskan bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat Matahari terbenam terpenuhi tiga syarat secara kumulatif yaitu:

(1) telah terjadi ijtimak (konjungsi, satu putaran penuh Bulan mengelilingi Bumi).

(2) ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam.

(3) pada saat Matahari terbenam, Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

Penulis :
Latisha Asharani