HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Hukumnya Meninggalkan dan Tidak Salat Tarawih di Bulan Suci Ramadan

Oleh Sofian Faiq
SHARE   :

Hukumnya Meninggalkan dan Tidak Salat Tarawih di Bulan Suci Ramadan
Foto: ilustrasi salat tarawih - freepik

Pantau - Bagaimana hukumnya umat muslim yang meninggalkan salat tarawaih saat bulan suci Ramadan. Lantas apakah berdosa bagi yang tidak melaksanakannya dan meninggalkannya?

Salat tarawih adalah salah satu ibadah yang hanya ada di Bulan Suci Ramadan. Salat tarawih dilakukan setelah salat Isya dan sebelum salat witir.

Menurut Imam Nawawi, hukum salat tarawih adalah sunnah muakkadah, yang artinya ibadah sunnah yang sangat ditekankan dan dianjurkan untuk dikerjakan.

Pada zaman Rasullah SAW, penggunaan istilah tarawih belum digunakan. Salat sunah yang dikerjakan pada malam hari disebut dengan Qiyam Ramadan. Istilah tarawih mulai dikenal saat masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Rasulullah SAW mengungkapkan jika salat Tarawih tidaklah bersifat wajib. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

إِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ.

Artinya: "Sesungguhnya aku khawatir ini (dianggap) wajib atas kalian (kalimat ini mengacu pada shalat tarawih),".

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa puasa seseorang tetaplah bersifat sah meskipun tidak menunaikan Salat Tarawih. 

Bagi umat Islam yang meninggalkan atau tidak sempat menunaikanya, maka tidak diwajibkan untuk mengganti atau mengqadhanya.

Meninggalkan salat tarawih tanpa alasan yang syar'i tidak dianggap dosa, karena salat tarawih adalah ibadah sunnah. Namun, meninggalkan salat tarawih selama Ramadan dapat dikatakan kurang baik.

Alasan kurang baik dari meninggalakan salat tarawih dikarenakan, kita melewatkan keistimewaan dari ibadah sunah di bulan yang penuh berkah. 

Umat muslim dianjurkan menunaikan salat Tarawih, sebagaiman tertuang dalam sebuah Hadis Riwayat Muslim yang berbunyi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anh Rasulullah gemar menghidupkan bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: 'Barangsiapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridha dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat." (HR Muslim).

Baca Juga: Ini Tata Cara Salat Tarawih yang Benar, Simak Selengkapnya di Sini!

Namun, perlu diingat bahwa setiap individu memiliki keadaan dan keterbatasan yang berbeda. Jika seseorang tidak dapat melaksanakan salat tarawih karena kesibukan bekerja atau alasan lain yang sah, tidak perlu merasa berdosa.

Hal ini dikarenakan salat tarawih adalah ibadah sunnah, sehingga tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya. Tetapi bagaimna dengan orang yang berpuasa sama sekali tidak melaksanakan salat tarawih?

Ustadz Masrul Aidi menerangkan puasa dan Salat Tarawih merupakan rangkaian ibadah yang berbeda. Tidak ada kesamaan sama sekali, hanya saja pelaksanaannya sama pada bulan Ramadan.

Jadi, meskipun seseorang berpuasa namun tidak shalat tarawih, maka puasanya tetap sah dan tidak mengurangi pahala puasa sama sekali.

"Puasa Ramadhan dengan shalat tarawih itu rangkaian ibadah yang berbeda hanya ada kesamaan pada waktu pelaksanaan yaitu sama-sama di bulan Ramadhan," kata ustadz Masrul Aidi seperti dilansir dari Serambinews.com.

"Bahkan sah orang yang berpuasa selama Ramadan, namun tidak salat lima waktu, apalagi tidak Salat Tarawih, hanya menjadi tidak bermakna puasa Ramadan, bila tidak mengerjakan salat fardhu, karena Salat Tarawih itu adalah ibadah yang terpisah," tambahnya.

Ganjaran Umat Muslim yang Melaksanakan Salat Tarawih

Bagi umat Muslim yang mengerjakan salat Tarawih akan dijanjikan ganjaran pahala yang berlipat ganda jika dilakukan secara berjamaah. Hal tersebut didasarkan pada sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

"Sesungguhnya seseorang jika salat tarawih bersama imam sampai salam, maka dihitung pahalanya salat satu malam suntuk" (HR. Abu Daud No. 1375).

Keistimewaan Salat Tarawih

Terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata bahwa Nabi SAW ditanya tentang keutamaan Tarawih pada bulan Ramadan.

Beliau mengungkapkan jika selain mendapat pahala puasa, Umat Islam juga akan mendapatkan keutamaan yang begitu mulia. Sebab setiap malam Ramadan diyakini memiliki keutamaan yang berbeda-beda.

Jumlah Rakaat Salat Tarawih

Dalam melaksanakan salat Tarawih di Indonesia juga jumlaah rakaatnya berbeda-beda. Mengapa? Di tanah air Indonesia ada dua ormas terbesar yang menjadi sorotan dari perbedaan jumlah rakaat tarawih yang dilaksanakan, yakni Muhammadiyah dengan 11 rakaat dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan 23 rakaat.

Melansir dari laman NU Online, perbedaan tersebut sebenarnya sudah ada sejak zaman ulama dahulu. Dalam buku Ke-NU-an Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyyah terbitan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama DI Yogyakarta.

Pada buku itu disebutkan Ibnu Hajar al-Asqalaniy menerangkan bahwa para ulama ada yang menetapkan 11, 13, 21, 23, 39, 41 dan 47 rakaat, sekalian dengan shalat witirnya. (Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathu al-Bariy, juz IV, halaman 296).

Baca Juga: Begini Hukum Salat Tarawih Tapi Belum Salat Isya

Berkaitan dengan jumlah tarawih, Imam Syafi’i menerangkan: “Saya melihat orang-orang Madinah mengerjakan 39 rakaat dan orang-orang Makkah mengerjakan 23 rakaat". Dan ini tidak ada masalah apapun (boleh-boleh saja).

Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat. Tapi kebanyakan Malikiyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah, dan Hanafiyyah yang sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’-nya, serta menjadi pilihan mayoritas umat muslim. 

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ التَّرَاوِيحَ عِشْرُونَ رَكْعَةً لِمَا رَوَاهُ مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ مِنْ قِيَامِ النَّاسِ فِي زَمَانِ عُمَرَ رضي الله تعالى عنه بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ مِنْ الرَّكَعَاتِ جَمْعًا مُسْتَمِرًّا قَالَ الْكَاسَانِيُّ: جَمَعَ عُمَرُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله تعالى عنه فَصَلَّى بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَيَكُونُ إجْمَاعًا مِنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَقَالَ الدُّسُوقِيُّ وَغَيْرُهُ: كَانَ عَلَيْهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ. وَقَالَ ابْنُ عَابِدِينَ: عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا. وَقَالَ عَلِيٌّ السَّنْهُورِيُّ: هُوَ الَّذِي عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَاسْتَمَرَّ إلَى زَمَانِنَا فِي سَائِرِ الْأَمْصَارِ وَقَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَهَذَا فِي مَظِنَّةِ الشُّهْرَةِ بِحَضْرَةِ الصَّحَابَةِ فَكَانَ إجْمَاعًا وَالنُّصُوصُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ. (الموسوعة الفقهية . ج ٢٧ ص ١٤٢) ـ

"Menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyah), shalat tarawih adalah 20 rakaat berdasar hadist yang telah diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqi dari Sa’ib bin Yazid tentang shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh, yakni 20 rakaat. Umar mengumpulkan orang-orang untuk melakukan tarawih 20 rakaat secara berjamaah dan masih berlangsung hingga sekarang. Imam al-Kasani berkata, ‘Umar telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah, lantas Ubay bin Ka’ab mengimami mereka shalat 20 rakaat, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka.’  Imam Ad-Dasukyi dan lainnya berkata, ‘Itulah yang dilakukan para sahabat dan tabi’in.’ Imam Ibnu ‘Abidin berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang mulai dari bumi timur sampai bumi barat.’ ‘Ali As-Sanhuri berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya.’ Para ulama mazhab Hanbali mengatakan, ‘Hal sudah menjadi keyakinan yang masyhur di masa para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dalil nash yang menjelaskannya.” (Mausû’ah Fiqhiyyah, juz 27, h. 142).

Awal adanya tradisi salat tarawih di bulan Ramadhan merupakan bentuk pemahaman riil dari hadits Nabi:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa bangun (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sementara itu, Ustaz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa baik shalat tarawih 11 rakaat ataupun 23 rakaat merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW.

"Tentu semua shalat 11 rakaat dan 23 rakaat sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam," terang Ustaz Khalid Basalamah. 

Ustaz Khalid Basalamah kemudian menekankan bahwa perbedaan terkait jumlah shalat tarawih bukan untuk diperselisihkan dalam melaksanakan ibadah.

Dalam menjalankan ibadah di Bulan Suci Ramadan, penting untuk memperhatikan keadaan dan kemampuan individu. 

Selain salat tarawih, terdapat juga amalan-amalan lain yang dapat dilakukan untuk memperbanyak ibadah di bulan yang penuh berkah ini, seperti membaca Al-Quran, berpuasa, dan melakukan amalan sunnah lainnya.

Penulis :
Sofian Faiq
Editor :
Sofian Faiq

Terpopuler