
Pantau - Anggota DPRD Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah, mengkritik keras alokasi anggaran pembangunan gapura bergaya Candi Bentar di kawasan Gedung Sate yang menelan dana Rp3,9 miliar, sementara pelestarian 50 situs budaya asli Sunda hanya dialokasikan Rp156 juta dalam APBD 2026.
Ia menilai kebijakan anggaran tersebut menunjukkan prioritas pembangunan yang salah kaprah dan mengabaikan substansi kebudayaan Sunda.
“Lebih penting mengurus warisan leluhur Sunda daripada membangun simbol Sunda yang baru tapi artifisial,” ungkapnya.
Kritik Terhadap Desain dan Prioritas Pemerintah Provinsi
Maulana menyebut desain gapura yang meniru Candi Bentar sebagai simbol budaya Bali adalah keputusan yang ahistoris dan tidak mencerminkan identitas Kasundaan secara otentik.
Ia juga menyoroti masih banyak kebutuhan mendesak di Jawa Barat, seperti perbaikan jalan rusak di wilayah Cisarua–Padalarang dan minimnya penerangan jalan umum yang justru tidak mendapat perhatian.
Menurutnya, proyek gapura lolos karena desakan dari pihak eksekutif, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat, bukan karena kesepakatan bersama dengan DPRD.
Rencana Pembangunan Gerbang Sunda Dinilai Proyek Mercusuar
Maulana juga mengkritik rencana Pemprov yang akan mengalokasikan lebih dari Rp10 miliar untuk membangun gerbang batas provinsi-kabupaten/kota dengan konsep “Sunda”.
Ia menyebut proyek ini sebagai proyek mercusuar yang tidak seimbang dengan kondisi anggaran daerah dan kebutuhan riil masyarakat.
Gedung Sate sebagai ikon pemerintahan seharusnya menjadi simbol kearifan lokal yang mencerminkan sejarah, bukan sekadar proyek visual yang artifisial.
DPRD Minta Revisi Orientasi Pembangunan Budaya
DPRD Jawa Barat mendorong pemerintah provinsi untuk meninjau ulang orientasi pembangunan yang lebih berpihak pada pelestarian budaya substansial.
Maulana menekankan pentingnya penguatan riset budaya sebelum pemerintah merancang proyek-proyek yang mengatasnamakan identitas lokal.
- Penulis :
- Gerry Eka







