
Pantau.com - Melansir CNN, Korea Utara telah menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) pertamanya dalam lebih dari empat tahun, pada Kamis, 24 Maret 2022, ketika para pemimpin Barat berkumpul di Brussels untuk pertemuan membahas puncak keamanan.
ICBM diduga terbang ke ketinggian 6.000 kilometer (3.728 mil) dan ke jarak 1.080 kilometer (671 mil) dengan waktu penerbangan 71 menit, sebelum jatuh di perairan lepas pantai barat Jepang pada hari Kamis, 24 Maret 2022, menurut Kementerian Pertahanan Jepang.
Peluncuran itu adalah yang ke-11 tahun ini di Korea Utara, termasuk peluncurannya satu kali pada tanggal 16 Maret yang dianggap gagal. Analis mengatakan uji coba itu bisa menjadi rudal jarak jauh yang pernah ditembakkan oleh Korea Utara, melebihi peluncuran ICBM terakhirnya pada November 2017.
Wakil Menteri Pertahanan Jepang, Makoto Oniki, mengatakan kepada wartawan, Kamis, 24 Maret 2022, bahwa ketinggian rudal menunjukkan itu adalah "jenis baru ICBM," tanda-tanda potensi Korea Utara semakin dekat untuk mengembangkan senjata yang mampu menargetkan Amerika Serikat.
Media pemerintah Korea Utara kemudian muncul untuk mengkonfirmasi penilaian Oniki, yang mengumumkan peluncuran rudal Hwasong-17, varian ICBM terbaru telah diketahui negara itu.
Amerika Serikat bergabung dengan sekutu Korea Selatan dan Jepang dalam mengutuk keras peluncuran rudal tersebut, dan meminta Korea Utara untuk menahan diri dari tindakan destabilisasi lebih lanjut.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden saat ini berada di Belgia, di mana ia menghadiri KTT G7 bersama Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Pertemuan itu adalah bagian dari serangkaian pertemuan, termasuk KTT NATO luar biasa, karena para pemimpin Barat berusaha untuk menyelaraskan tanggapan mereka terhadap invasi brutal Rusia ke Ukraina. Selain itu, pertemuan Dewan Eropa juga berlangsung pada Kamis, 24 Maret 2022.
Menurut analis, serentetan uji coba rudal Korea Utara baru-baru ini menunjukkan bahwa pemimpin negara itu, Kim Jong Un, sedang berusaha menunjukkan kepada dunia bahwa Pyongyang tetap berpengaruh dan menjadi pemain dalam perebutan kekuasaan.
"Korea Utara tidak ingin diabaikan dan mungkin mencoba mengambil keuntungan dari keasyikan global terkait perang di Ukraina untuk memaksa fait accompli, pada statusnya sebagai negara senjata nuklir," Leif-Eric Easley, profesor studi internasional di Ewha Womans Universitas di Seoul, mengatakan kepada CNN.
“Korea Utara sama sekali tidak memulai agresi pada skala invasi Rusia ke Ukraina. Tetapi ambisi Pyongyang juga tidak bisa dianggap remeh karena ingin membatalkan tatanan keamanan pascaperang di Asia, tambah Easley.
Ujian lain juga datang pada hari Kamis, 24 Maret 2022, hanya dua minggu setelah Korea Selatan memilih Presiden konservatif baru, Yoon Suk Yeol, yang diperkirakan akan mengambil sikap yang lebih keras terhadap Korea Utara daripada mantan pemegang jabatan Presiden Moon Jae-in.
Menanggapi dugaan uji ICBM kemarin, militer Korea Selatan meluncurkan beberapa rudal peringatan untuk pertama kalinya sejak 2017, Kepala Staf Gabungan (JCS) mengatakan dalam sebuah teks yang dikirimnya kepada wartawan.
"Militer kami memantau pergerakan militer Korea Utara dan telah mengkonfirmasi bahwa kami memiliki kemampuan akurat untuk menyerang lokasi asal peluncuran rudal, dan kami juga memastikan fasilitas komando kami, serta upaya setiap kali Korea Utara meluncurkan rudal," kata JCS.
Analis mengatakan Korea Utara tampaknya telah melakukan uji coba rudal pada Kamis, 24 Maret 2022. "Ini adalah taktik yang sering digunakan oleh mereka untuk menguji sistem jarak jauh tanpa lebih provokatif terbang di atas negara lain," kata Joseph Dempsey, rekan peneliti untuk analisis pertahanan dan militer di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London.
Dia mengatakan data awal uji coba rudal tersebut bisa jadi Hwasong-17, ICBM yang jauh lebih besar daripada Hwasong-15 yang diuji pada 2017.
Kim Dong-yub, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, mengatakan data menunjukkan rudal tersebut dapat memiliki jangkauan maksimum sekitar 15.000 kilometer (9.320 mil), secara teoritis menempatkannya dalam jangkauan benua Amerika Serikat, tergantung pada berat hulu ledak yang akan dibawanya, dan sekitar 3.000 kilometer (1.864 mil) lebih jauh dari Hwasong-15 yang diuji pada 2017.
Meskipun jangkauan berpotensi diperpanjang, Kim mengatakan Pyongyang masih belum menunjukkan kemampuannya untuk menguasai teknologi yang diperlukan untuk memungkinkan hulu ledak berhasil memasuki kembali atmosfer bumi ke tahap akhir penerbangan.
- Penulis :
- St Fatiha Sakinah Ramadhani