
Pantau.com - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengakui penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta belum optimal.
"Sejak Keputusan Presiden soal PSBB yang dimulai di DKI maka kita dapat mengambil beberapa data dan perkembangan, ada yang positif tapi ada juga yang masih belum optimal," kata Doni Monardo di kantornya di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Doni menyampaikan hal tersebut seusai mengikuti rapat terbatas dengan tema "Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19" yang dipimpin Presiden Joko Widodo melalui konferensi via video di Istana Merdeka.
Penerapan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020. Provinsi pertama yang menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta sejak 10 April 2020 sampai 24 April 2020, namun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku akan memperpanjang waktu PSBB karena penanganan COVID-19 memerlukan waktu yang lebih lama.
"Yang belum optimal terkait perkantoran dan pekerjaan di pabrik sehingga mengakibatkan moda transportasi masih dipenuhi warga masyarakat," ujar Doni.
Baca juga: PNS Kerja dari Rumah Diperpanjang Lagi hingga 13 Mei 2020
Walau ada permintaan dari sejumlah pihak untuk membatasi bahkan membatalkan transportasi publik, ucap dia, tapi Kementerian Perhubungan belum bisa memenuhi karena sebagian besar pekerja di sektor-sektor yang tidak bisa ditinggalkan seperti pekerja rumah sakit, pelayan di fasilitas umum sehingga memang mereka harus tetap bekerja.
Bila para pekerja itu tidak bekerja maka mereka akan dianggap bolos dan berisiko untuk dipotong honornya, mengalami pengurangan gaji, atau bahkan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Oleh karena itu kami ajak semua komponen terutama para pemimpin, pejabat, manajer yang mengelola sumber daya karyawan agar menaati aturan pemerintah untuk bekerja, belajar beribadah di rumah," ujar Doni.
Bila masih ada kantor dan pabrik yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan maka dapat dikenai sanksi pidana.
"Perkantoran dan pabrik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh protokol kesehatan maka beberapa langkah akan dilakukan mulai dari peringatan, teguran, bahkan sanksi sebagaimana pasal 93 UU No 6 tahun 2018 yaitu manakala terjadi hal yang membahayakan kesehatan masyarakat akan bisa dikenai denda dan sanksi pidana," ujar Doni.
Pasal 93 UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Wilayah berbunyi "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta". Pasal 9 ayat 1 berbunyi "Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan".
Baca juga: Jokowi: Jangan Ada Lagi yang Anggap Kita Menutup-nutupi Data Korona
"Beberapa hasil rekomendasi yang disampaikan dari pertemuan kemarin malam oleh kementerian dan lembaga yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yaitu dengan memasang CCTV di sejumlah pabrik termasuk juga upaya lebih maksimal untuk melakukan sidak di perkantoran," ucap Doni.
Meski mengakui PSBB di wilayah DKI Jakarta belum efektif betul tapi menurut Doni sudah ada kemajuan. Halte, stasiun dan terminal, dinilainya mulai berkurang kepadatannya.
"Tapi memang yang masalah di hulu karena masih banyak pekerja yang bekerja di kantor. Ini yang diupayakan dengan cara menghimbau, menegur dan kita harap gugus tugas masing-masing daerah dapat lebih tegas lagi terhadap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi protokol kesehatan," ungkap Doni.
Hingga Ahad (19/4), jumlah positif COVID-19 di Indonesia mencapai 6.575 kasus dengan 686 orang dinyatakan sembuh dan 582 orang meninggal dunia dengan jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 15.646 orang dan orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 178.883 orang.
- Penulis :
- Noor Pratiwi