Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Dokter: Hanya 10 Persen Perokok di Dunia yang Tidak Idap Kanker Paru

Oleh Lilis Varwati
SHARE   :

Dokter: Hanya 10 Persen Perokok di Dunia yang Tidak Idap Kanker Paru

Pantau.com - Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa hanya 10 persen populasi manusia yang tidak terkena kanker paru meskipun aktif sebagai perokok. Menurut Ketua umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto, hal itu disebabkan faktor genetik.

"Ada sekitar 10 persen di dunia orang perokok itu dia tidak sakit. Hal itu dikarenakan ada faktor genetik yang hingga kini belum bisa dijawab secara medis," kata dia di Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Namun, ujar dia, meskipun individu perokok tersebut tidak terkena kanker paru bisa jadi ia terserang penyakit lain akibat merokok. "Rokok itu tidak hanya menyebabkan kanker (paru), tapi bisa menyebabkan penyakit lain," katanya.

Baca juga: Ngeri Banget! 8 Efek Berbahaya Ini Hantui Perokok Pasif

Meskipun demikian, sekitar 90 persen orang yang merokok berpotensi besar terserang berbagai macam penyakit, salah satunya kanker paru-paru.

"Data 10 persen itu sudah ada riset di luar negeri," katanya.

Terkait perbandingan bahaya kesehatan akibat mengisap rokok biasa dengan vape atau rokok elektrik, Ketua kelompok kerja (Pokja) Kanker Paru (PDPI) dr Elisna Syahruddin mengatakan risikonya sama saja.

"Justru asap dari vape itu lebih kental. Meskipun ada yang mengatakan kandungan vape itu aman, tapi iritasi asapnya tetap saja terisap ke saluran pernapasan," kata dia.

Baca juga: Waspada! 6 Barang yang Ada di Rumah ini Bisa Jadi Pemicu Kanker

Ia mengatakan penyebab kanker paru ialah unsur yang terkandung dalam asap rokok dan aliran asap ke saluran pernapasan manusia sehingga menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Bahkan, ujarnya, meskipun rokok tersebut dikategorikan herbal tetap saja dapat memicu kanker paru. Hal itu termasuk pula rokok shisha ala timur tengah karena asapnya bisa merusak saluran pernapasan.

Ia menambahkan meningkatnya angka kanker paru di Indonesia selama 10 tahun terakhir disebabkan oleh faktor risiko penyakit itu tidak dikendalikan sehingga menambah jumlah penderita.

Penulis :
Lilis Varwati